kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,60   5,25   0.57%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jemput bola, Pajak jaring 17 juta pelaporan SPT


Kamis, 15 Februari 2018 / 06:01 WIB
Jemput bola, Pajak jaring 17 juta pelaporan SPT


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) berjanji akan bekerja lebih keras pada tahun ini. Pasalnya target pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak 2018 naik menjadi 17,5 juta dari target tahun lalu sebanyak 16,6 juta Wajip Pajak (WP) lapor SPT. dari target tahun 2017 tersebut, realisasinya baru 12,5 juta WP yang akhirnya menyampaikan SPT.

Berkaca dari pengalaman tahun lalu, Ditjen Pajak tahun ini akan lebih aktif mengumpulkan SPT. Salah satu strateginya adalah melakukan jemput bola. Direktur Pelayanan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, dengan strategi jemput ini, Ditjen Pajak akan lebih banyak mendatangi sejumlah perusahaan yang memiliki banyak karyawan. Ditjen Pajak juga akan memfasilitasi pelaporan SPT tanpa harus datang ke kantor pajak.

Selain itu, beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP) juga akan membuka pos pelayanan SPT di sejumlah tempat keramaian seperti mal dengan membuka pojok pajak yang melayani pembuatan EFIN dan e-filing.

"Sekarang sudah banyak KPP yang bergerak, banyak juga yang datang ke kantor perusahaan yang karyawannya banyak. Kami rutin setiap tahun jemput bola," kata Hestu di kantornya, Rabu (14/2)

Agar pelaporan SPT pajak tidak menumpuk di akhir periode, yaitu 30 Maret 2018 untuk WP pribadi dan 30 April 2018 untuk WP Badan, Hestu bilang, Ditjen Pajak akan membuka pintu bagi perusahaan yang memiliki karyawan banyak untuk difasilitasi dalam pelaporan SPT.

Sebab, perilaku WP cenderung senang melapor di akhir-akhir periode SPT. WP dibimbing mengisi secara e-filing. Kami datang ke perusahaaan, membuat bimbingan, jelasnya.

Menaikkan Kepatuhan

Selain untuk mengejar target pelaporan SPT, langkah jemput bola juga menjadi bagian dari upaya Ditjen Pajak meningkatkan rasio kepatuhan wajib pajak.

Sepanjang 2017, Ditjen Pajak mencatat rasio kepatuhan pajak sebesar 72,60%. Jumlah itu mencapai 96,8% dari target yang dipatok sebesar 75%. Rasio kepatuhan pajak tahun 2017 meningkat cukup tajam dibandingkan tahun 2016 yang 63,15%.

Meskipun rasio kepatuhan pajak meningkat cukup tajam, tapi realisasi penyampaian SPT tahun 2017 menurun bila dibandingkan 2016 yang mencapai 12.735.463 laporan. Penurunan ini disebabkan oleh keputusan pemerintah menaikan batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Oleh karena itulah tahun ini pemerintah mempermudah penyerahan SPT dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2018. Beleid ini menyederhanakan aturan terkait SPT. Pertama, terkait pembayaran (payment) untuk wajib pajak (WP) badan dari selama ini mencapai 43 kali dalam setahun, akan dikurangi.

Kedua, bila ada WP yang SPT tahunannya rugi dan kemudian tak ada PPh pasal 25 yang harus dibayarkan setiap bulan, maka dengan aturan ini mereka tak perlu melaporkan SPT nya. Ketiga, relaksasi terkait SPT PPh 21 dan 26. Hal ini berlaku apabila tiap bulan tidak ada karyawan yang dipotong gajinya untuk pajak, misalnya karena gajinya di bawah PTKP semua, maka tak perlu lapor SPT.

Keempat, bendahara pemerintah atau BUMN tidak perlu melaporkan SPT jika tidak ada pungutan PPN dalam satu masa.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai kebijakan Ditjen Pajak tersebut sudah cukup baik dalam menggalang WP untuk melaporkan SPT pada tahun 2018 ini. "Saya kira baik karena spirit simplifikasinya kuat," ujarnya.

Namun dia mengingatkan agar sekarang sistem administrasi pelaporan SPT juga mendukung kemudahan pelaporan SPT. Petugas pajak harus memberikan kemudahan proses pelaporan SPT, seperti saat menerima dan mengolah SPT milik WP. Sebab harus diakui, selama ini Ditjen Pajak sulit sekali membuat perubahan yang memudahkan dalam hal pelaporan SPT.

Yustinus juga menyorot terkait perpanjangan waktu jatuh tempo penyerahan SPT PPh 21 dibulan Desember. Dia berharap masa waktu penyerapan SPT diperpanjang lagi sehingga memberi peluang bagi WP untuk memperbaiki substansi pelaporan SPT.

Kalau waktunya terbatas, menurutnya, akan rawan bagi WP. Sebab bisa jadi substansi pelaporannya tidak benar. Hal itu tidak baik bagi Ditjen Pajak yang mengharapkan pelaporan SPT sesuai dengan data yang valid.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×