kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspansi manufaktur mulai melambat


Rabu, 04 Juli 2018 / 06:22 WIB
Ekspansi manufaktur mulai melambat
ILUSTRASI. Bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok


Reporter: Adinda Ade Mustami, Patricius Dewo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspansi sektor manufaktur Indonesia pada Juni 2018 mulai melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Hal itu tercermin dari penurunan angka purchasing managers index (PMI) yang dirilis Nikkei dan Markit.

Pada Juni 2018, indeks PMI Indonesia yang dirilis Nikkei dan Markit tercatat sebesar 50,3, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang ada di level 51,7. Level ini menjadi level terlemah sejak lima bulan terakhir. Dengan adanya tekanan pada perekonomian nasional, indeks manufaktur berpotensi semakin mengecil pada periode selanjutnya.

Penurunan indeks manufaktur itu sejalan dengan penurunan PMI Indonesia yang dirilis JP Morgan. Berdasarkan data JP Morgan, PMI Indeks Indonesia di Juni 2018 ada di level 53. Angka itu turun dari bulan sebelumnya yang masih di level 53,1. Penurunan itu karena perlambatan pembelian barang-barang investasi dan konsumsi.

Indeks PMI yang tercatat di atas level 50, menunjukkan adanya ekspansi pada industri di suatu negara. Sebaliknya, jika indeks tercatat di bawah 50, maka terjadi kontraksi pada industri secara umum.

Data Nikkei juga menunjukkan, meski output manufaktur naik, namun tingkat ekspansi pada bulan Juni tercatat menjadi terlemah sejak Maret 2018. Seperti halnya dengan output, tingkat ekspansi untuk pesanan baru, hanya sedikit. Sementara itu bisnis ekspor menurun dalam tujuh bulan berturut-turut.

Meskipun produsen mengharapkan output meningkat tahun mendatang, kepercayaan bisnis turun ke level terendah sejak Oktober 2012. Perusahaan melihat pelemahan inflasi bisa menandakan naiknya kemampuan daya beli dan permintaan konsumen.

Aashna Dodhia, Ekonom IHS Markit mengatakan, kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin (Bps) baru-baru ini oleh Bank Indonesia (BI) dalam rangka stabilisasi kurs rupiah, telah menghambat konsumsi. "Ini menunjukkan adanya tantangan bagi pembuat kebijakan untuk memastikan stabilitas keuangan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi selama beberapa bulan mendatang," kata Aashna sebagaimana dikutip dari laporan Nikkei dan Markit, Selasa (3/7).

Namun menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Widjaja Khamdani, industri nasional masih tumbuh. Hal ini ditandai dengan tingginya impor bahan baku sepanjang Januari sampai Mei 2018 yang mencapau sebesar US$ 57,96 miliar. Jumlah itu naik 22,59% dibandingkan periode sama tahun lalu. Ekspor industri pengolahan pada periode yang sama juga naik 6,16% yoy menjadi US$ 54,45 miliar.

"Perlambatan industri manufaktur bergantung terhadap orientasi mereka. Untuk orientasi ekspor sepertinya masih cukup baik, untuk domestik juga masih ok karena memang belum terlihat perlambatannya," jelas Shinta.

Kini yang jadi tantangan adalah pelemahan rupiah. Pengusaha ingin rupiah yang stabil, sehingga memudahkan dalam perencanaan bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×