kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Defisit dan tumpukan utang membahayakan pemerintah


Minggu, 16 Juli 2017 / 22:34 WIB
Defisit dan tumpukan utang membahayakan pemerintah


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pemerintah mencatat realisasi defisit anggaran pada semester I-2017 mencapai 1,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara mengatakan, target total realisasi defisit 2,67% dari PDB hingga akhir tahun yang dipatok pemerintah sangat mengkhawatirkan.

Pasalnya, pada tahun 2015 lalu, defisit anggaran dipatok 1,8%, tapi nyatanya menembus 2,8% pada akhir tahun. Jika awalnya dipatok 2,67%, ditakutkan pada akhir tahun melebar mencapai di atas 3% dari PDB.

Apalagi dalam RAPBN-P 2017, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2%. "Melihat berbagai indikator, seperti stagnasi konsumsi rumah tangga di triwulan pertama, merosotnya penjualan ritel saat Lebaran dan Inflasi inti yang rendah per Juni 2017. Sepertinya sulit mewujudkan target tersebut," terang Bhima.

Bhima menjelaskan, jika untuk menutupi defisit anggaran ini pemerintah membuat utang baru. Langkah tersebut tak kalah berbahaya dengan pelebaran defisit anggaran. "Dengan meningkatnya defisit anggaran, otomatis kebutuhan utang juga meningkat," katanya.

Katakanlah, jika defisit anggaran benar mencapai 2,67% dari PDB, maka diprediksi Surat utang akan bertambah Rp 33 triliun - Rp 67,3 triliun. Sebelumnya, kebutuhan pendanaan utang diprediksi mencapai Rp 400 triliun. Jika ada tambahan tersebut akan membengkak sampai Rp 467,3 triliun.

"Otomatis, dengan penambahan rasio Surat Berharga Negara (SBN), rasio utang terhadap PDB makin mendekati 28% - 29%. Artinya batas aman 30% bukan tidak mungkin terlewati," ungkap Bhima.

Menurut Bhima, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, mendongkrak penerimaan pajak. "Banyak potensi pajak yang masih bisa digali, mulai ekstensifikasi cukai hingga percepatan penyidikan pajak setelah tax amnesty," paparnya.

Kedua, transfer ke daerah dan dana desa masih bisa diutak-atik, jumlahnya pun banyak Rp 764,9 triliun. "Pemerintah bisa memotong transfer ke daerah di beberapa kabupaten/ kota dengan alasan penyerapan rendah, dana pemda menumpuk di perbankan atau efektivitas anggaran daerah terhadap perekonomian kurang signifikan," pungkas Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×