kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Data di Ditjen Pajak tak bisa langsung digunakan


Sabtu, 01 Agustus 2015 / 14:58 WIB
Data di Ditjen Pajak tak bisa langsung digunakan


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bak berperang dengan peluru kosong. Begitulah gambaran mengapa upaya Ditjen Pajak untuk mendongkrak penerimaan pajak tahun ini masih tak bertaji. 

Meski ada kebijakan penghapusan sanksi administrasi pajak atau reinventing policy, perolehan pajak seret. Sebelumnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan, hanya 7,4% dari data wajib pajak (WP) yang bisa dimanfaatkan untuk reinventing policy. Ini berarti lebih dari 90% data WP yang dimiliki oleh Ditjen Pajak tidak valid. 

Inilah sebabnya, dari target penerimaan pajak sebesar Rp 200 triliun, sampai semester I yang tercapai baru sebesar Rp 30 triliun. Dengan data yang tak valid, wajib pajak bisa mengelak mengakui keabsahan data yang dimiliki oleh Ditjen Pajak. 

Ini pula yang menjadi penghambat bagi Ditjen Pajak untuk menggelar pemeriksaan khusus kepada wajib pajak pribadi yang bandel mulai tahun ini. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama mengatakan, data menjadi problem Ditjen Pajak saat ini. Apalagi di tengah makin banyaknya unit wilayah yang memberikan data ke kantor pusat pajak. "Butuh waktu untuk mengonsolidasikan menjadi data yang matang," ujarnya, kepada KONTAN, Jumat (31/7). 

Mekar mencontohkan, data kepemilikan kendaraan bermotor yang didapatkan dari kepolisian. Data tersebut tidak bisa serta merta langsung dimanfaatkan karena Ditjen Pajak harus mencocokkannya dengan data nama pribadi, nama kendaraan berikut Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Verifikasi ini membutuhkan waktu lama. 

Seperti diketahui, reinventing policy menjadi salah satu upaya ekstra Ditjen Pajak untuk mendongkrak minimnya penerimaan pajak. Hingga akhir Juni 2015, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 476,9 triliun atau 36,85% dari target APBNP 2015 sebesar Rp 1.294,26 triliun. 

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Jakarta Yustinus Prastowo mengatakan, masalah validitas data menjadi masalah yang sudah berulang kali terjadi. Data ini juga menjadi penyebab penerimaan pajak masih minim. 

Sebab itu, Yustinus berpendapat, perlu data tunggal seperti single identification number untuk menyatukan data wajib pajak yang masih tersebar di berbagai kementerian. "Perlu payung hukum, sebagai pemimpin tertinggi Presiden Joko Widodo harus mengkoordinir data milik pemerintah," kata Yustinus. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×