Reporter: Noverius Laoli | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Keseriusan Pemerintah dalam Pembentukan Badan Pangan Nasional (BPN) masih dipertanyakan. Pasalnya, pemerintah telah lalai mempersiapkan pembentukan BPN yang diamanatkan Undang-Undang (UU) Pangan No 18 Tahun 2012 yang memberikan batas waktu tiga tahun pasca UU tersebut disusun.
Seharusnya, bila mengikuti UU tersebut, sejak 17 November 2015 lalu, kita telah memiliki BPN. Kendati belum terbentuk, pemerintah menjanjikan paling lambat bulan Januari 2016 mendatang, BPN sudah terbentuk.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, maksud awal pembentukan UU Pangan adalah untuk menaikkan status Perum Bulog menjadi BPN. Dalam hal ini, Bulog akan dilebur bersama Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang saat ini masih di bawah Kementerian Pertanian (Kemtan).
Dileburnya kedua lembaga ini menjadi BPN dinilai paling ideal dibandingkan bila pemerintah membentuk badan lain yang belum ada infrastruktur dan jaringannya.
"Pemerintah dan DPR waktu itu ingin mengembalikan Bulog ke khitah dengan memposisikan Bulog menjadi lembaga yang sangat kuat dalam mengatur pangan," ujar Herman yang juga mantan Ketua panitia kerja (Panja) pembentukan UU Pangan.
BPN ini nantinya posisinya bisa menjadi sebuah Kementerian Pangan atau lembaga non kementerian yang langsung bertanggungjawab kepada presiden. Sementara itu, peranan Bulog yang saat ini tetap ada.
Artinya, kalau Bulog sebagai Badan Urusan Logistik menjadi BPN berfungsi sebagai pengambil kebijakan. Sementara Bulog dalam posisi sebagai Perum Bulog, diposisikan sebagai BUMN, berfungsi sebagai operator atau eksekutor. Pembagian peran ini sejalan dengan semangat Reformasi Birokrasi yang memisahkan antara regulator dan operator.
Kemudiaan, infrastruktur Bulog yang sudah ada di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten kota juga dibagi perannya dengan memisahkan, tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) saja. Kemudian dalam menjalankan tugasnya, Bulog bisa mengandeng BUMN lainnya seperti PT Berdikari untuk memenuhi kebutuhan sapi atau PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero) untuk kebutuhan pangan lainnya.
Namun bila pemerintah membentuk badan lain di luar Bulog, maka otomatis peranan Bulog saat ini semakin dikerdilkan. Sebab, nantinya Bulog harus bertanggungjawab lagi kepada BPN baru tersebut, selain harus juga bertanggungjawa kepada beberapa kementerian sekaligus. Maka mata rantai penyediaan pangan juga semakin panjang, dan akhirnya tidak efisien.
Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan aset Bulog sudah tersebar di seluruh nusantara, dan sebagian kurang terurus lagi. Sebab, saat ini, tugas utama Bulog sebagai BUMN harus mendapatkan keuntungan. Sementara itu, infrastruktur Bulog yang ada hanya siap menampung gabah dan beras yang selama ini menjadi tugas utamanya. "Saya juga mulai mengecek aset-aset Bulog yang jumlahnya cukup banyak," jelas Djarot.
Bila nantinya peran Bulog diperbesar, tentu saja semua aset Bulog tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pangan nasional. Kemudian, perlu juga sejumlah gudang Bulog diubah fungsi sehingga dapat menyimpan produk pangan lainnya di luar beras. Bulog membutuhkan cold storage untuk penyimpangan daging sapi, bawang, jagung, cabai, kedelai, tomat dan sejumlah bahan pangan lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News