kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Beli barang mewah, wajib tunjukkan NPWP


Kamis, 18 Desember 2014 / 18:44 WIB
Beli barang mewah, wajib tunjukkan NPWP
ILUSTRASI. Cara menggunakan talkback di Android.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kontribusi penerimaan dari Wajib Pajak (WP) orang pribadi sangat minim. Walhasil, pemerintah akan menerapkan aturan pembelian barang mewah wajib menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk bisa melihat kebenaran pembayaran pajak si pembeli.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang perlunya transaksi pembelian barang dengan kisaran Rp 100 juta-Rp 200 juta ke atas harus menyerahkan NPWP. Barang yang dibeli bisa dalam bentuk barang bergerak seperti mobil dan perhiasan, dan bisa dalam bentuk barang tidak bergerak seperti rumah ataupun tanah.

Aturan ini sedang digodok Kemkeu dan direncanakan akan berlaku pada tahun 2015. Bambang menjelaskan, aturan ini sudah ada dasarnya dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) bahwa untuk transaksi tertentu harus mencantumkan NPWP. "Hanya sampai sekarang ini pelaksanaannya belum disiplin menyeluruh. PMK ini nantinya untuk menegaskan kembali perlunya itu (NPWP)," ujar Bambang, Kamis (18/12).

Alasan perlunya NPWP dalam transaksi pembelian adalah sebagai basis profiling yaitu profil data wajib pajak. Profil data wajib pajak menjadi sangat dibutuhkan agar bisa melihat pembayaran pajak yang selama ini dilakukan lalu dibandingkan dengan transaksi pembelian.

Kalau ternyata si pembeli tersebut ternyata pajak tahunannya rendah sedangkan transaksi pembeliannya mencapai ratusan juta, maka terjadi kesalahan dalam pembayaran pajak dan pemerintah akan mengambil tindakan. Langkah ini menjadi kebijakan penting bagi pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak yang naik tahun depan.

Target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 adalah Rp 1.201,7 triliun. Penerimaan perpajakan keseluruhan termasuk bea cukai ditargetkan mencapai Rp 1.380,0 triliun dengan rasio pajak naik menjadi 12,38%.

Untuk tahun ini saja dengan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.072,4 triliun, diperkirakan akan ada shortfall sebesar Rp 75,2 triliun. Realisasi penerimaan pajak hingga 14 November 2014 baru mencapai 75,73%, atau Rp812,1 triliun dari total target Rp1.072,4 triliun.

Penerimaan negara dari pajak penghasilan (PPh) orang pribadi sangat minim. Sebelumnya Bambang menjelaskan, pemerintah memberi outlook realisasi penerimaan perpajakan secara keseluruhan hingga akhir tahun akan sebesar Rp 1.100 triliun dari target Rp 1.246,1 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014.

Dari realisasi Rp 1.100 triliun, PPh pribadi karyawan menyumbang Rp 93 triliun, sedangkan non karyawan hanya Rp 4 triliun. PPh non karyawan adalah kelompok pajak yang akan digenjot oleh pemerintah karena potensinya masih sangat besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×