kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.567.000   7.000   0,45%
  • USD/IDR 15.703   0,00   0,00%
  • IDX 7.574   4,17   0,06%
  • KOMPAS100 1.170   -1,95   -0,17%
  • LQ45 921   -3,22   -0,35%
  • ISSI 231   0,26   0,11%
  • IDX30 474   -2,28   -0,48%
  • IDXHIDIV20 568   -1,28   -0,23%
  • IDX80 133   -0,19   -0,14%
  • IDXV30 141   0,91   0,65%
  • IDXQ30 158   -0,72   -0,45%

AS memperketat kriteria negara berkembang, Mendag: Kita siap tingkatkan daya saing


Selasa, 25 Februari 2020 / 12:12 WIB
AS memperketat kriteria negara berkembang, Mendag: Kita siap tingkatkan daya saing
ILUSTRASI. Aktivitas bongkar muat di Terminal Petikemas Tanjung Priok, Jakarta Utara. KONTAN/Baihaki/3/1/2020


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. US Trade Representative (USTR) memperketat kriteria negara berkembang yang berhak mendapatkan pengecualian de minimis dan negligible import volumes untuk pengenaan tarif anti-subsidi atau countervailing duty (CVD), pada 10 Februari 2020. Berdasarkan keputusan tersebut, Indonesia tidak lagi dimasukkan dalam daftar negara berkembang.  

Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, Indonesia siap meningkatkan daya saing, khususnya untuk terus meningkatkan ekspor ke AS. Selain itu, status Indonesia sebagai negara penerima fasilitas GSP tidak terdampak.  

Baca Juga: AS ubah status negara Indonesia, Menkeu: Tak ada hubungan ke bunga utang

"Dikeluarkannya Indonesia dalam kategori negara berkembang tersebut, artinya daya saing produk Indonesia harus ditingkatkan agar kita terus dapat memenangkan pasar ekspor Indonesia. Sementara itu, perubahan kriteria negara berkembang yang ditetapkan USTR tersebut hanya berlaku dalam aturan pengenaan CVD dan tidak berdampak pada status Indonesia sebagai negara berkembang penerima fasilitas GSP," tegas Mendag Agus dalam siaran persnya, Selasa (25/2).  

Menurut USTR, tiga kriteria baru yang diterapkan AS untuk negara berkembang adalah berdasarkan Gross National Income menurut versi Bank Dunia (lebih dari US$ 12.375 per tahun), pangsa total perdagangan dunia di atas 0,5% (sebelumnya 2%), dan negara berkembang yang merupakan anggota Uni Eropa, OECD, dan G-20. 

Berdasarkan kriteria tersebut, USTR mengeluarkan daftar negara berkembang dari pengecualian de minimis CVD, misalnya Argentina, Brasil, India, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Indonesia dikeluarkan dari pengecualian tersebut karena keanggotaan Indonesia dalam G-20 dan memiliki pangsa total perdagangan dunia 0,9%. 

Baca Juga: Gara-gara Donald Trump ngambek, RI dicoret dari daftar negara berkembang

Lebih lanjut, Mendag Agus menyampaikan, saat ini Pemerintah Indonesia dan Pemerintah AS masih terus mengadakan konsultasi terkait country review penerima program GSP. Status negara berkembang penerima fasilitas GSP sendiri diatur dalam statute yang berbeda dibawah Trade Act 1974.  

“Indonesia saat ini tengah berkoordinasi erat dengan pihak AS untuk memastikan status Indonesia sebagai penerima GSP. Sejauh ini, perkembangan diskusi secara bilateral berlangsung cukup positif dan diharapkan AS dapat menginformasikan hasil review segera. Jadi, pengaturan baru perubahan ketentuan CVD tersebut berbeda dengan penerapan status Indonesia sebagai negara penerima GSP,” tegas Mendag. 

Total nilai perdagangan kedua negara di tahun 2019 adalah US$ 26,9 miliar dengan tren pertumbuhan 4,5%. Ekspor Indonesia ke AS di pada 2019 tercatat US% 17,7 miliar. Indonesia surplus sekitar US$ 9,2 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×