kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akademisi sebut Permen LHK P.17 belum beri solusi


Selasa, 09 Mei 2017 / 22:42 WIB
Akademisi sebut Permen LHK P.17 belum beri solusi


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP Nomor 71 Tahun 2014, masih menuai pro dan kontra karena dianggap punya dampak sosial ekonomi yang cukup besar.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Supiandi Sabiham berpendapat, hal-hal yang masih dipermasalahkan dalam PP tersebut, seharusnya dapat diterjemahkan dan diakomodir melalui aturan operasional di bawahnya, seperti Permen LHK.

Supiandi menjelaskan, masalah yang ada dalam PP No.57/2017 adalah tidak adanya keseimbangan antara kepentingan konservasi dengan pengembangan budidaya, yang terkait ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 

Menurutnya, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) P.17/2017 yang merupakan salah satu aturan turunan dari PP. No. 57/2016 belum bisa mengakomodir dan menjadi solusi bagi masalah-masalah yang timbul akibat regulasi induknya.

“Memang untuk PP itu kan tidak mudah,  jadi itu harusnya diterjemahkan dalam Permen yang lebih mengakomodir tidak hanya konservasi, tapi juga ke pengembangan,  budidaya. Kalau budidaya kan itu kaitannya sama ekonomi  jadi harus ada keseimbangan antara konservasi dan pengembangan ekonomi,” ungkap Supiandi, Selasa (9/5).

Supiandi menambahkan,  “Kami melihat Permen itu seolah hanya mempertajam apa yang ada di dalam PP. Justru itu Permen harus ditinjau ulang, agar tidak banyak menimbulkan masalah, masalah investasi, masalah tenaga kerja, masalah income daerah, belum lagi masalah dampak sosialnya, itu kan itu banyak Multiplier Effectnya,” .

Kompensasi berupa Land Swap (tukar lahan) bagi perusahaan yang 40% atau lebih, lahan gambutnya menjadi fungsi lindung, menurut Supiandi juga tidak menjadi solusi. Karena lahan pengganti  non gambut diragukan bisa tersedia dalam waktu cepat.

“Land swap itu yang mengganti investasinya  siapa, apakah mulai dari nol lagi, saya rasa perusahaan gak mau itu. Udah dua kali rugi kan. Memang tidak mudah land swap itu, lahannya juga susah didapat,” ujarnya 

Permasalahan yang ditimbulkan menurut Supiandi seharusnya juga menjadi tanggung jawab bersama, “Yang dulu memberi izin kan pemerintah juga, tidak mungkin swasta membuka lahan tanpa izin. Siapa yang memberi izin, kan harus tanggung jawab juga dong. Seharusnya ini kan tanggung jawab bersama,” ujar Supiandi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×