kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,60   -12,89   -1.40%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rupiah berpotensi melemah lebih dalam, Ekonom: BI perlu percepat kenaikan bunga acuan


Selasa, 14 Agustus 2018 / 11:55 WIB
Rupiah berpotensi melemah lebih dalam, Ekonom: BI perlu percepat kenaikan bunga acuan
ILUSTRASI. Seorang teller menunjukan mata uang dollar


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat menguat dan stabil di awal Juli, nilai tukar kembali terdepresiasi ke kisaran Rp 14.600 per dollar Amerika Serikat (AS), terendah sejak tahun 2015. Pelemahan ini terdorong kondisi ekonomi di Turki.

Ekonomi Turki relatif rapuh, defisit transaksi berjalan tinggi, kondisi politik melemahkan kepercayaan investor, hingga sanksi dari Amerika Serikat (AS) mendorong aksi jual besar-besaran di Turki. Akibatnya, lira Turki melemah dari 4,99 per dollar AS menjadi 6,9 per dollar AS dalam kurang dari dua minggu.

Kepala Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) Febrio Kacaribu menilai, meski rupiah melemah ke posisi terendah sejak 2015, pelemahan itu bukan pelemahan terparah di antara negara-negara berkembang utama.

Sebab, "Kondisi fundamental ekonomi Indonesia relatif baik, terutama tingkat pertumbuhan dan inflasi yang terkendali dan kredibilitas Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas nilai tukar," kata Febrio, Selasa (14/8).

Meski demikian, defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang meningkat di kuartal II-2018 ke level 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi risiko utama dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Pelebaran CAD itu, membuat rupiah berisiko melemah lebih lanjut apabila terdapat tambahan tekanan eksternal di jangka menengah.

"Kondisi eksternal yang cenderung kurang kondusif akhir-akhir ini membuat kami melihat bahwa BI perlu lebih waspada terhadap potensi aksi jual lebih lanjut terhadap rupiah," tambah dia.

Apabila beberapa negara berkembang lainnya turut memburuk setelah Turki, pelemahan tersebut dapat menimbulkan tekanan lebih lanjut ke seluruh negara berkembang seperti di tahun 1997. Selain itu, apabila kondisi perang dagang antara AS dan China negara terus memburuk, pertumbuhan ekonomi global berisiko menurun.

Hal itu berdampak negatif terhadap posisi neraca transaksi berjalan. "Dengan kondisi yang ada saat ini, BI perlu mempercepat kenaikan suku bunga untuk menahan penurunan cadangan devisa lebih lanjut," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×