kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

3 tahun Jokowi, kesejahteraan tertinggal


Minggu, 15 Oktober 2017 / 21:09 WIB
3 tahun Jokowi, kesejahteraan tertinggal


Reporter: Siti Rohmatulloh | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mencapai usia tiga tahun. Satu dari tiga prioritas janji yang diungkapkan Jokowi sebelum menjadi presiden adalah peningkatan pembangunan infrastruktur. Kinerjanya dalam bidang ini cukup baik sebagaimana masyarakat dapat melihat berbagai pembangunan yang telah atau sedang berlangsung. 

Ini membuktikan janjinya yang akan menambah alokasi dana infrastruktur. Pada 2017, tercatat dana infrastruktur dialokasikan sebesar Rp 387,7 triliun, lebih besar dari 2016 yang sebesar Rp 317,1 triliun.

Sempat dianggap terlalu ambisius, Jokowi berhasil merealisasikan pembangunan dan memulai pemerataan di berbagai wilayah di Indonesia. Akan tetapi, ada beberapa catatan penting terkait hal tersebut.

Pertama, realisasi pembangunan tidak diikuti dengan pemenuhan target yang memuaskan. Contohnya pembangunan mass rapid transit (MRT) yang hanya akan mencapai setengahnya sampai tahun yang ditargetkan 2019 nanti. Kedua, pengalokasian dana yang mengurangi jatah bidang lainnya. 

Menurut Mohammad Faisal, Direktur Penelitian CORE, biaya untuk infrastruktur yang harus dibayarkan dengan dana alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ternyata justru mengurangi dana alokasi pembangunan yang lain sehingga berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.

Misalnya, kebijakan pencabutan beberapa subsidi energi. Menurut Faisal, kebijakan yang memengaruhi aspek keadilan ekonomi belum cukup memuaskan secara akumultaif dan berdampak pada daya beli walaupun untuk kalangan menengah ke atas justru naik. "Ketika infrastruktur berhasil dibangun, aspek kesejahteraan masyarakat malah agak tertinggal," jelas Faisal.

Catatan lain adalah dampak berganda yang perlu diwaspadai. Proses pengerjaan, baiknya melibatkan tenaga lokal sehingga pada waktu yang bersamaan dapat menyerap tenaga kerja yang pada akhirnya menciptakan lapangan kerja dan membantu daya beli masyarakat. Akan tetapi, pada kenyataannya penyerapan tenaga kerja di sektor pembangunan malah negatif selama tiga tahun masa pembangunan infrastruktur.

Faisal menambahkan, infrastruktur cukup berhasil mengejar ketertinggalan. Akan tetapi eksekusi pembangunan yang tidak terintegrasi dan mengorbankan banyak aspek lain membuat nilai lebih keberhasilan pembangunan infrastruktur ini menjadi berkurang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×