Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Ekonomi Aviliani menilai pemerintah perlu menentukan skala prioritas pembangunan infrastruktur. Sebab, pembangunan infrastruktur besar-besaran juga bisa berdampak negatif. Bahkan bisa menyebabkan resesi ekonomi.
Aviliani mengatakan, pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah secara besar-besaran menyebabkan tingginya impor. Sebab, bahan baku pembangunan infrastruktur tersebut tidak bisa dipenuhi dari dalam negeri.
Sayangnya, kinerja ekspor pun dikhawatirkan tidak mampu mengompensasi peningkatan impor tersebut. Jika demikian, nilai tukar rupiah berpotensi melemah.
"Begitu rupiah melemah, harga-harga naik. Jika harga-harga naik, daya beli turun. Itu bisa masuk resesi kalau dipaksain," kata Aviliani dalam acara seminar nasional di Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie, Jakarta, Rabu (11/10).
Lebih lanjut Aviliani meminta pemerintah mempertimbangkan kembali pembangunan infrastruktur di Indonesia Bagian Timur, seperti Papua. Ia juga mencontohkan, break even point pembangunan jalan tol di Makassar saja, tiga kali lipat dari pembangunan jalan tol di Jawa.
Ia menilai, lebih baik pemerintah membenahi infrastruktur di Jawa terlebih dahulu, seperti jalur Pantura. Sebab, indikator yang menentukan perbaikan daya saing, sebesar 26% diantaranya terdapat pada komponen biaya logistik.
"Kenapa enggak Pantura dulu? yang diberesin daya saing dulu. Ini perlu ditinjau kembali jangan hanya sekadar bangun-bangun, tetapi otomatis dampak terhadap daya beli dan lain-lain ini harus hati-hati," tambahnya.
Aviliani juga mempertanyakan pembangunan infrastruktur yang hanya terkonsentrasi pada BUMN karya. Hal ini akan menyebabkan perusahaan konstruksi swasta tidak bisa menyerap tenaga kerja karena tidak mendapatkan proyek infrastruktur pemerintah.
"Ini bisa rontok, daya beli juga akan kena. Jadi saya lihat tidak sekarang masalahnya resesi. Bisa ke depan kalau ini tidak diperbaiki," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News