kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Yang lalu muncul dari korupsi Akil


Senin, 24 Februari 2014 / 09:45 WIB
Yang lalu muncul dari korupsi Akil
ILUSTRASI. Manfaat dan Kandungan Nutrisi Buah Pir untuk Kesehatan


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dengan enam dakwaan kumulatif, terdiri dari 4 perkara korupsi terkait penanganan sengketa pemilihan umum kepala daerah di MK dan 2 perkara tindak pidana pencucian uang. Dakwaan yang, jika terbukti, bisa mengantar Akil dibui seumur hidupnya.

Untuk perkara korupsi, dakwaan jaksa menyebutkan, Akil menerima hadiah berupa uang untuk memenangkan 15 perkara sengketa pilkada di MK. Jumlah uang yang diminta Akil dari pihak-pihak yang ingin dimenangkan dalam perkara sengketa pilkada juga bervariasi. Pada sengketa Pilkada Kabupaten Lampung Selatan, Akil hanya meminta
Rp 500 juta. Itu tarif suap termurahnya. Namun, dalam sengketa Pilkada Kota Palembang, Akil memasang tarif Rp 19,86 miliar. Hampir Rp 20 miliar. Tarif suap termahal Akil untuk memenangkan perkara sengketa pilkada di MK.

Dugaan korupsi yang dilakukan Akil, apabila terbukti, jelas memiliki banyak konsekuensi serius dan masalah hukum. Ada potensi konflik di daerah yang sengketa pilkadanya ditangani Akil dan dalam dakwaan disebutkan ada suap mengalir kepada mantan politikus Partai Golkar itu.

Lihatlah dalam kasus sengketa Pilkada Kota Palembang. Berdasarkan keputusan KPU Kota Palembang, pasangan Sarimuda dan Nelly Rasdania memperoleh suara terbanyak 316.923 suara. Namun, perolehan suara mereka hanya berselisih 8 suara dengan pasangan Romi Herton dan Harno Joyo yang meraup 316.915 suara. Romi pun mengajukan permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang ke MK. MK membentuk panel hakim konstitusi untuk memeriksa permohonan keberatan tersebut dengan susunan, Akil sebagai ketua merangkap anggota, sementara Maria Farida Indrati dan Anwar Usman masing-masing sebagai anggota.

Dalam dakwaan KPK disebutkan, Akil menghubungi orang kepercayaannya, Muhtar Ependy, agar Romi menyiapkan sejumlah uang supaya permohonannya dikabulkan. Lalu pada 16 Mei 2013, Romi melalui istrinya, Masitoh, menyerahkan uang Rp 12 miliar dan Rp 3 miliar dalam bentuk dollar AS kepada Akil melalui Muhtar. Pada 20 Mei 2013, putusan MK menyatakan membatalkan penghitungan suara KPU Kota Palembang dan menetapkan perolehan suara yang benar adalah pasangan Romi-Harno 316.919 suara dan pasangan Sarimuda-Nelly, yang dalam penghitungan KPU meraih suara terbanyak, hanya mendapat 316.896 suara.

Hal hampir sama dengan sengketa Pilkada Kota Palembang terjadi pada sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. KPU menetapkan pasangan Joncik Muhammad-Ali Halimi sebagai pemenang. Namun, bupati petahana Budi Antoni Al Jufri lewat Muhtar Ependy meyampaikan rencana mengajukan keberatan ke MK. Rencana itu diteruskan Muhtar ke Akil. Dalam dakwaan KPK, Akil menerima Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS dari Budi melalui Muhtar. Putusan MK dalam sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang memenangkan Budi.

Gejolak karena cacat

Putusan-putusan yang sebelumnya diduga dikeluarkan setelah Akil menerima suap dari pihak yang beperkara sejatinya jelas cacat. Dalam dakwaan KPK, ada 15 perkara sengketa pilkada yang diduga diwarnai suap ke Akil. Apabila semua dakwaan ini terbukti, cukup bagi lawan-lawan politik kepala daerah yang saat ini berkuasa setelah putusan MK tersebut untuk mempersoalkannya.

Bisa dibayangkan gejolak yang terjadi di Palembang atau Empat Lawang jika nanti dakwaan terhadap Akil yang menerima suap terkait sengketa pilkada di dua daerah tersebut terbukti. Bagaimana reaksi
pendukung Sarimuda di Palembang atau Joncik di Empat Lawang?

Potensi konflik di daerah-daerah ini terbuka lebar jika hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Akil terbukti bersalah menerima suap untuk memenangkan pihak tertentu dalam sengketa pilkada di MK. Belum lagi, jika Akil terbukti menerima suap, para penyuapnya yang jelas disebutkan dalam dakwaan, kepala daerah yang akhirnya menang dengan putusan MK, bisa diseret sebagai tersangka.

Apabila mereka menjadi tersangka, wakilnya yang akan maju menggantikan. Pertanyaannya, apakah wakil-wakilnya tak terlibat dalam penyuapan tersebut karena mereka satu paket dalam pilkada, termasuk satu paket juga dalam upaya memenangkan sengketa di MK? Yang berarti, wakil kepala daerah pun sebenarnya bisa diduga terlibat menyuap Akil.

Dakwaan terhadap Akil jika terbukti juga menyisakan persoalan hukum yang sampai saat ini belum ada jalan keluarnya. Putusan MK termasuk dalam sengketa pilkada adalah final dan mengikat. Bagaimana jika ternyata, putusan yang final dan mengikat itu dalam prosesnya terbukti lewat cara yang tidak sah karena ada suap yang diberikan kepada hakim?

Dalam dakwaan jaksa juga disebutkan, Akil menerima uang sejak menjadi hakim konstitusi biasa atau sebelum menjadi Ketua MK. Berarti suap tersebut sudah lama terjadi. Lalu kenapa, lembaga dengan kewenangan luar biasa seperti MK tak pernah bisa mengendusnya. Tak adakah pengawasan super ketat terhadap hakim-hakim di MK sehingga Akil bisa leluasa sejak lama menerima suap? Sayangnya, saat tak ada pengawasan internal yang memadai, beberapa hari yang lalu MK membatalkan UU yang mengatur pengawasan terhadap hakim-hakimnya. (KHAERUDIN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×