Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. PT XL Axiata Tbk tengah mengahadapi permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Poca Aplikasi Maharddhi. Permohonan itu diajukan Poca lantaran XL memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Berdasarkan berkas yang diterima KONTAN dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (22/3), Poca yang diwakili kuasa hukumnya Andrey Sitanggang menjelaskan, utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih itu berawal dari perjanjian yang dijalani keduanya pada 5 Maret 2015.
"Perjajian itu tentang System Supply & Installation Agreement for Video & Optimization Platform," tulis Andrey dalam berkas.
Poca telah ditunjuk XL untuk pengadaan hardware, software, service dan support and mantainance service.
Andrey juga menjelaskan, pekerjaan atas perjanjian itu dibagi menjadi empat item yakni hardware, software, service dan support maintenance. Pengerjaannya pun dilaksanakan berdasarkan purchase order (PO) masing-masing.
Nah berdasarkan PO pada 4 Maret 2015, XL telah memesan hardware kepada Poca dengan total harga di luar pajak sebesar US$ 1,04 juta. Adapun pembayarannya dilakukan dalam dua tahap yakni pembayaran pertama sebesar 20% dari nilai PO hardware dan wajib dibayar XL dalam waktu 30 hari terhitung sejak Poca menerima PO.
Lalu sisanya, 80% dari nilai PO wajib dibayar XL dalam tenggang waktu 30 hari sejak ditandatanganinya berita acara serah terima hardware oleh Poca dan XL. Namun dalam perjalanannya, Andrey menyampaikan XL hanya membayar 20% dari total harga hardware sebesar US$ 208,082 atau sekitar Rp 268,38 juta pada 25 Mei 2015.
Sementara sisanya 80% atau sebesar US$ 832,328 XL menolak untuk membayarnya. Dengan demikian Poca menilai telah lalai memenuhi kewajibannya untuk membayar dan melunasi sisa harga.
Tak hanya itu, Andrey juga mengatakan XL juga memiliki utang lain kepada Poca atas proyek FS Capacity Expansion Virtualization Pekanbaru sebesar Rp 3,22 miliar.
"Sehingga total utang XL kepada Poca sebesar Rp 3,22 miliar dan US$ 832.328," jelas Andrey. Tak hanya itu dalam permohonannya, ia juga mencantumkan kreditur lain XL diantaranya PT Bank Mandiri Tbk dengan total tagihan Rp 4,02 triliun dan PT Bank Central Asia Tbk sebesar Rp 3,6 triliun.
Maka dari itu Andrey menganggap permohanan PKPU yang diajukannya ini telah memenuhi persyaratan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Sehingga sudah sepatutnya majelis hakim mengabulkan permohonannya dengan menyatakan XL dalam masa PKPU sementara selama 45 hari.
Tak hanya itu ia juga meminta kepada majelis hakim untuk mengangkat Jimmy Simanjuntak, Heince Tombak Simanjuntak, dan Ferry Gustaf Panggabean sebagai tim pengurus PKPU.
Mengenai permohonannya ini kuasa hukum XL, Perry Cornelius Parluhutan Sitohang mengatakan Pengadilan Niaga seharusnya tak berewenang untuk mengadili perkara ini. Pasalnya perkara ini bukanlah merupakan hutang piutang.
"Namun merupakan sengketa perdata dikarenakan Poca tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk menyediakan hardware sekaligus solution, skill, knowledge dan experience untuk Video & Optimization Platform sesuai dengan perjanjian yang disepakati para pihak," ungkap dia kepada KONTAN, Selasa (22/3).
Ia juga menjelaskan untuk pekerjaan ini kliennya mengaku telah melakukan pembayaran uang muka sebesar 20% dari nilai total PO. XL akan melakukan pembayaran 80% selanjutnya kepada Poca, apabila semua kewajiban Poca sesuai dengan perjanjian telah dipenuhi.
Namun dikarenakan Poca tidak memenuhi kewajibannya, XL meminta agar uang muka yang telah XL bayarkan sebesar 20% tersebut dapat dikembalikan dan XL meminta Poca untuk melakukan pengambilan kembali hardwarenya dari lokasi XL.
Di lain pihak Poca juga memiliki perjanijan untuk pekerjaan Virtualization F5 Traffic Steering (F5) dimana tagihan Poca terakhir telah dibayarkan seluruhnya oleh XL dengan cara melakukan set-off sebesar kewajiban Poca untuk mengembalikan 20% uang muka atas pekerjaan Video & Optimization Platform, dikarenakan Poca tidak melakukan pengembalian uang muka 20% dimaksud.
"Sesuai dengan ketentuan perjanjian apabila terdapat permasalahan dalam perjanjian, maka penyelesaian sengketa dilakukan melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)," tambah dia.
Adapun perkara ini didaftarkan sejak 11 Maret 2016 dan baru memasuki sidang perdana Selasa (22/3). Dalam persidangan, Andrey belum bersedia untuk menjelaskan pokok perkara. Alasannya, majelis hakim belum mengizinkannya untuk membacakan permohonan.
"Majelis hakim meminta pembacaan permohonan dilakukan setelah kuasa hukum termohon melengkapi persyaratan legal standing," ujar Andrey.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News