Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 68 kabupaten/kota tercatat rentan rawan pangan. Hal ini berdasarkan kajian Analisis Kerawanan Pangan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Kewilayahan yang dilakukan Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama Badan Pusat Statistik (BPS).
Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Bapanas Nyoto Suwignyo menjelaskan, berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) tahun 2023, masih terdapat 68 kabupaten/kota rentan rawan pangan yang tersebar di wilayah Indonesia Timur, wilayah 3TP (Terdepan, Terluar, Tertinggal, dan Perbatasan) serta kepulauan. Angka ini menurun di mana pada tahun 2022 terdapat 74 daerah rentan rawan pangan.
Sementara itu, Angka Prevalence of Undernourishment (PoU) mengalami penurunan dari 10,21% di tahun 2022 menjadi 8,53% di tahun 2023. Angka PoU ini menunjukkan persentase penduduk Indonesia yang mengalami kekurangan asupan gizi, sehingga tidak memiliki energi yang cukup untuk hidup sehat, aktif, dan produktif.
Baca Juga: ID FOOD Gandeng BTN Jalin Kerja Sama Penanganan Stunting
“Analisis Kerawanan Pangan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan Kewilayahan ini memberikan informasi terkait analisis kerawanan pangan yang spesifik, yaitu berdasarkan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dan karakteristik kewilayahan,” jelas Nyoto dalam keterangan pers, Minggu (6/10).
Nyoto menyebut, perlunya dukungan data spesifik kerawanan pangan yang berbasis pada karakteristik sosial ekonomi rumah tangga dan kewilayahan sampai dengan tingkat individu. Hal ini agar pelaksanaan program/kebijakan dalam pengendalian kerawanan pangan terus berjalan tepat sasaran.
Adapun, hasil analisis secara nasional menunjukkan bahwa risiko rawan pangan terbesar ada pada karakteristik kemiskinan, pendidikan rendah, dan tidak adanya paket pelayanan stunting. Hal ini juga menegaskan betapa pentingnya pengentasan kemiskinan, peningkatan pendidikan, serta peningkatan pelayanan stunting sebagai bagian dalam upaya mengatasi kerawanan pangan.
Baca Juga: Strategi Pemprov Jawa Timur Kurangi Angka Kemiskinan Hingga Tersisa Satu Digit
“Kami berharap hasil analisis ini menjadi awal yang baik dalam menyiapkan rujukan program dan kegiatan intervensi pengendalian kerawanan pangan yang tepat sasaran,” terang Nyoto.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono berharap hasil analisis ini bisa menjadi masukan bagi kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah untuk bisa mengawal pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) melalui dua indikator utama. Yakni Prevalence of Undernourishment (PoU) dan Food Insecurity Experience Scale (FIES).
Dengan demikian kedepannya kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui intervensi bantuan pangan dapat berjalan baik dan tepat sasaran. Serta bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemajuan bangsa dan negara.
“Maka dari itu kebijakan intervensi bantuan pangan secara nasional mari bersama-sama kita kawal berdasarkan informasi data yang disajikan Badan Pangan bersama dengan BPS ini,” ujar Ateng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News