Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Warga Waduk Pluit belum dapat menerima pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama soal warga di kawasan tersebut. Warga berpendapat, sebagai seorang pemimpin, Basuki semestinya dapat berbicara dengan lebih santun.
Basuki dikenal dengan gaya bicaranya yang ceplas-ceplos, tegas, bahkan kerap pula terdengar keras. Salah satu ucapan Basuki yang paling menohok perasaan warga Waduk Pluit adalah pernyataan Basuki tentang sikap warga yang menolak direlokasi dari bantaran waduk. Basuki menyebut cara-cara warga menyerobot tanah negara dan meminta ganti rugi atas tanah itu sebagai tindakan komunis.
Margono (32), warga Blok G RT 19/RW 17 Waduk Pluit, menilai gaya bicara Basuki itu kurang bijak. "Pernah lihat di televisi, mungkin terlalu dibawa emosi. Jadi kurang bagus, jangan terlalu dibawa emosi. Seharusnya omongannya bijak," kata Margono di Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (19/5).
Margono mengatakan, warga Waduk Pluit hanya meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Basuki selaku pemimpin Jakarta saat ini agar mau turun dan berdialog langsung dengan warga. Lagi pula, Jokowi selalu mengatakan akan turun langsung ketika ada masalah di lapangan. Dengan turun langsung berbicara mengenai masalah di Waduk Pluit, bisa dicarikan solusi bersama warga.
"Kalau bisa jangan di media saja bicaranya, langsung turun saja. Ya, memang yang diinginkan warga di sini ketemu langsung, tatap muka," ujar Margono.
Senada dengan Margono, Ketua RT 19/RW 17 Roni mengatakan agar gaya bicara Basuki tidak sampai menyakitkan warga. Dia mengingatkan kembali, ada sumbangsih warga Waduk Pluit yang memberikan suara untuk memilih Jokowi dan Basuki dalam pemilihan kepala daerah tahun lalu.
"Kayak, misalnya, dia ngomong, 'Sudah dikasih tempat, sudah duduki lahan negara lagi, apa bukan namanya komunis?' Terus, 'Sudah miskin tidak tahu diri.' Padahal kami sebagai warga negara taat hukum, sebagian (warga) sudah ada yang di rusun. Sebagai seorang pemimpin, ucapan jangan nada tinggi," ujar Roni.
Roni mengatakan, jumlah warga di bantaran Waduk Pluit saat ini mencapai 18.000 kepala keluarga (KK). Ia memperkirakan, akan ada 12.000 KK yang terkena dampak relokasi. Menurutnya, memindahkan warga ke rusun bukanlah alternatif baik karena warga nantinya tetap membayar sewa. Apalagi jika harus dipindahkan jauh seperti di Rusun Marunda.
"Kalau pindah di Marunda, kami ini kan banyak keluarga. Terus memang ada transportasi laut (Marunda-Angke), tapi tidak maksimal. Kalau di Marunda juga katanya warga diberdayakan, bisa kerja di semua perusahaan di Marunda sebagai kebersihan, tapi kan tidak maksimal," kata Roni.
Oleh karenanya, Roni mengatakan, warga meminta pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengganti rumah warga yang hendak digusur itu sesuai dengan biaya atau kondisi bangunan milik warga. Setelah ada uang pengganti, masalah tempat tinggal menjadi urusan warga sendiri. (Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News