CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.386.000   -14.000   -1,00%
  • USD/IDR 16.295
  • IDX 7.288   47,89   0,66%
  • KOMPAS100 1.141   4,85   0,43%
  • LQ45 920   4,23   0,46%
  • ISSI 218   1,27   0,58%
  • IDX30 460   1,81   0,40%
  • IDXHIDIV20 553   3,30   0,60%
  • IDX80 128   0,57   0,44%
  • IDXV30 130   1,52   1,18%
  • IDXQ30 155   0,78   0,50%

Walhi Nilai RPP Mangrove Belum Libatkan Masyarakat Pesisir Secara Masif


Senin, 26 Februari 2024 / 20:30 WIB
Walhi Nilai RPP Mangrove Belum Libatkan Masyarakat Pesisir Secara Masif
ILUSTRASI. Seorang relawan menarik tumpukan sampah yang mengotori pesisir pantai di kawasan konservasi mangrove Pantai Dupa, Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (21/1/2024). Aksi yang diinisiasi Mangrover's Teluk Palu itu untuk menjamin kelangsungan pertumbuhan mangrove di kawasan yang rusak akibat abrasi dan terjangan tsunami. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/tom.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Parid Ridwanuddin menilai, sejak awal pembahasanya pada 2022 diskusi mengenai RPP ini masih jauh dari keterlibatan publik khususnya masyarakat pesisir. 

Baca Juga: Menteri LHK Siti Nurbaya&Pimpinan PWI Pusat Tanam Mangrove Bersama di TWA Angke-Kapuk

Selain itu, draf RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem belum dapat diakses oleh masyarakat luas, meskipun pembahasannya telah berjalan selama satu tahun. Bahkan Walhi mengaku baru mendapatkan kajian akademik RPP beserta draftnya. 

"Hanya, ketidakterbukaan dokumen ini menjadi salah satu hambatan bagi masyarakat untuk memberikan pandangan dan masukan terhadap kebijakan ini," kata Parid dalam keteranganya, Senin (26/2). 

Ia meniali sebetulnya arah dari kebijakan RPP Mangrove ini sangat bagus apalagi tujuanya ingin menerjemahkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

Baca Juga: Bank Mandiri akan Konsisten Dorong Pembiayaan Keberlanjutan dan Pembiayaan Hijau

Namun dalam kajian mendalamnya ia menemukan beberapa catatan penting terkait dengan RPP ini. Pertama, RPP ini belum mengakomodasi keterlibatan masyarakat dalam mengelola ekosistem mangrove. 

"Dengan kata lain, pengakuan terhadap tata kelola lokal yang dibangun oleh masyarakat belum terlihat dalam RPP ini. tata kelola ekosistem mangrove yang terkandung di RPP ini masih sangat terpusat pada negara. " jelas Parid. 

Kedua, RPP ini tidak memiliki posisi yang jelas untuk melindungi ekosistem mangrove dari berbagai kebijakan pemerintah yang berorientasi pada industri ekstraktif. 

Ia menyebutkan, terdapat sejumlah pasal yang jelas-jelas melegalkan perusakan ekosistem mangrove, khususnya pasal 16 dan 18, dimana kedua pasal ini melegalkan konversi ekosistem mangrove untuk kawasan. 

Baca Juga: KLHK Akan Manfaatkan Teknologi Modifikasi Cuaca, Peningkatan Kapasitas Manggala Agni

Ketiga, RPP ini sangat terlambat jika melihat UU induknya, yaitu UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 

"Dengan kata lain, setelah UU itu disahkan pada 2009, baru 14 tahun kemudian ada aturan turunan yang mengatur perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove," paparnya. 

Keempat, RPP ini memiliki kelemahan yang serius dalam hal pemberian sanksi terhadap pelaku perusakan mangrove lantaran tak ada sanksi pidana. 

Dari sini RPP ini sangat terlihat tidak merujuk kepada UU 32 Tahun 2009, tetapi merujuk kepada UU Cipta Kerja yang melihat sanksi pidana sebagai hambatan investasi. 

"RPP malah menggunakan sanksi administratif yang sangat ringan dan menguntungkan para perusak mangrove," pungkas dia. 

Kelima, RPP ini tidak menempatkan mangrove dalam konteks mitigasi bencana yang melibatkan masyarakat lokal.

Padahal menurutnya ini penting ditegaskan agar masyarakat lokal memiliki pengetahuan dan pengalaman lapangan karena mereka bersentuhan setiap hari dengan ekosistem mangrove. 

Baca Juga: Cegah Perubahan Iklim, TRIPATRA Tanam 50.000 Pohon Mangrove di Banten

Untuk itu, menurutnya perlu pendekatan berbasis pengetahuan lokal bukan hanya yang bersifat akademis dan teknokratis. 

Keenam, alih-alih untuk melindungi keberadaan mangrove dan masyarakat pesisir, menurutnya penyusunan RPP di akhir masa jabatan dan di tahun politk menunjukan bahwa pemerintah hanya ingin melakukan kampanye ke dunia internasonal dengan tujuan mendapatkan pendanaan iklim. 

Sebelumnya, Kepala Kelompok Kerja Sama, Hukum, dan Humas Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), KLHK, Didy Wurjanto menyampaikan penyusunan RPP ini bertujuan untuk memadukan pengelolaan mangrove antarpemangku kepentingan dan mengatasi persoalan sekaligus meningkatkan tata kelola mangrove yang masih tumpang tindih. 

Secara keseluruhan, terdapat tujuh ruang lingkup yang diatur dalam RPP Mangrove. Ruang lingkup tersebut mencakup aspek perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, sanksi administrasi, dan peran serta masyarakat. 

Khusus dalam aspek pengendalian juga terdapat upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan mangrove. Agar sesuai dengan ketentuan, tiga upaya tersebut didukung dengan kriteria baku kerusakan dan skema penerapan di kawasan lindung ataupun budidaya.

”Dalam RPP ini tidak mencantumkan luasan target rehabilitasi mangrove. Sebab, RPP ini fokus mengatur bagaimana perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove,” kata Didy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×