Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Mantan Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo daftarkan praperadilan KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pendaftaran ini sudah dimasukkan pada 16 Maret 2015 dengan no 21/TIK.trap/2015/PNJKT.Sel.
Kuasa hukum Hadi Poernomo, Yanuar Wasesa mengatakan pengajuan praperadilan ini dilakukan karena KPK dianggap tidak berwenang menyidik kewenangan Hadi Poernomo selaku Direktur Jenderal Pajak. "Sesuai pasal 25 dan 26 UU tahun 1999/1994 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KPP), Dirjen Pajak punya kewenangan yang diberikan UU Pajak untuk memeriksa permohonan keberatan wajib pajak," kata Yanuar, Senin (16/3).
Tak hanya itu, Yanuar juga menegaskan beberapa hal mengenai keputusan menerima permohonan keberatan pajak PT BCA pada tahun 1999 yang merupakan wewenang penuh Dirjen Pajak. Ia bilang, nota dinas Dirjen Pajak untuk melaksanakan instruktsi atau perintah Menteri Keuangan no 117 tahun 1999 pasal 10 tidak melanggar apapun melainkan menjadi hal transparansi dan untuk akuntabilitas.
"Apabila Dirjen pajak yang merupakan pengganti Hadi Poernomo memandang atau bersikap bahwa Dirjen pajak terdahulu itu kewenangannya menerima keberatan pajak dianggap salah maka wajib diperbaiki dan dinasihatkan atau diterbitkan surat ketetapan kurang bayar pajak tambahan atau KKBPT sesuai dengan pasal 15, 16, 36 uu 9 tentang KUP" tandas Yanuar.
Dengan beberapa alasan tersebut, Yanuar pun memasukkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hal ini pun diakui Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna. "Iya betul kalau gugatan praperadilan atas nama Hadi Poernomo masuk ke PN Selatan, namun untuk sidangnya belum tahu," tandas Made.
Sebelumnya, Hadi yang saat itu sebagai mantan Direktur Jenderal Pajak 2002-2004 diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohononan keberatan pajak BCA tahun 1999. Ketika itu BCA mengajukan surat keberatan pajak atas transaksi rasio kredit bermasalah senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur Pajak Penghasilan (PPh).
Pada 13 Maret 2014, Direktur PPh mengirim surat pengantar kepada Dirjen Pajak HP (Hadi Poernomo). Surat itu berisi kesimpulan dari hasil telaah yang memutuskan menolak permohonan wajib pajak BCA. Pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo memerintahkan Direktur PPh dengan mengirimkan nota dinas untuk mengubah kesimpulan menjadi menerima bukan menolak.
Hadi Poernomo kemudian menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) yang memutuskan menerima wajib pajak BCA. Setelah itu, direktur PPh kemudian menyampaikan surat itu ke PT BCA. Atas perbuatan ini Hadi Poernomo menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 370 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News