kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Wacana Pengampunan Koruptor Menuai Sorotan Publik


Senin, 23 Desember 2024 / 19:59 WIB
Wacana Pengampunan Koruptor Menuai Sorotan Publik
ILUSTRASI. Presiden Prabowo Subianto mengatakan akan memaafkan para koruptor jika mereka mengembalikan uang rakyat yang dikorupsi.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Wacana pengampunan koruptor menuai sorotan publik. Hal ini setelah Presiden Prabowo Subianto mengatakan akan memaafkan para koruptor jika mereka mengembalikan uang rakyat yang dikorupsi. 

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyoroti beberapa hal terkait rencana Presiden Prabowo yang akan mengampuni koruptor. Pertama dari legal formal. Pasal 4 UU 31/1999 dengan tegas mengatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidananya

“Jadi meskipun mengembalikan tetap diproses hukum korupsi,” ujar Boyamin saat dihubungi, Senin (23/11).  

Baca Juga: Usut Dugaan Korupsi CSR Bank Indonesia, KPK Geledah Kantor OJK

Kedua, Boyamin menyoroti pendapat Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan ada mekanisme grasi, amnesti, dan abolisi. Boyamin menyatakan, pemberian grasi diberikan kepada mereka yang sudah diproses hukum. Selain itu, selama ini, siapapun presidennya tidak pernah memberikan grasi pada kasus korupsi. 

“Kalau amnesti dan abolisi harus lewat DPR. Itu artinya tetap akan terbuka, tidak bisa rencana Presiden Prabowo diam-diam,” kata Boyamin.  

Ketiga, dilihat dari aspek sosiologis, orang yang korupsi biasanya dengan segala cara untuk menghindari korupsi. Sebab, koruptor yang diproses hukum saja mereka menyatakan menolak mengakui korupsi karena alasan kebijakan dan sebagainya. 

“Apalagi kalau tidak diproses hukum. Maka mereka juga ngga akan mau menyadari dirinya korupsi dan mengembalikan uangnya,” jelas Boyamin. 

Baca Juga: KPK: Baru 72 Pejabat di Kabinet Merah Putih yang Lapor LHKPN

Adapun, jika pemerintah ingin mengubah UU pemberantasan korupsi, maka harus memenuhi rasa keadilan masyarakat. Karena masyarakat yang mencuri dan menyopet saja juga dihukum. 

“Padahal itu bukan nyobet, jambret uang negara. Kalau koruptor kan uangnya negara. Kesannya menjadi tidak adil,” terang Boyamin.

Ketimbang melempar wacana tersebut, Boyamin meminta Presiden Prabowo fokus membuat tata kelola pemerintahan yang baik dan mengoptimalkan pencegahan korupsi.  

Berikutnya, Prabowo mesti memikirkan agar rasio pajak Indonesia bisa meningkat. Hal ini agar penerimaan negara meningkat dan dapat memperluas cakupan program pemerintah seperti makan bergizi gratis. 

“Proses ke depan yang penting tata kelola pemerintahan yang baik, itu tugas utama Presiden Prabowo,” ujar Boyamin.  

Dihubungi secara terpisah, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, biasanya wacana tidak menjadi persoalan karena bagian dari mengekspresikan pendapat yang dihargai di negara demokrasi. 

Namun, jika wacana itu dilontarkan oleh pemerintah, tentu publik tidak bisa membacanya sekedar sebagai wacana saja.

Lucius mengingatkan, pemerintah merupakan eksekutif yang tugasnya mengekspresi kebijakan. Urusan wacana biarkan menjadi urusan politisi di DPR, partai politik, kampus, masyarakat sipil, dan lainnya. 

Dalam konteks itulah, publik mesti mengkritisi atau memarahi munculnya keinginan untuk mengampuni koruptor.

“Sebagai wacana saja, ide tersebut nampak sulit dipahami.  Apalagi diucapkan oleh pemerintah yang seharusnya lebih tegas menyikapi korupsi yang menjadi penyakit di pemerintahan,” ujar Lucius. 

Baca Juga: Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Ucapkan Sumpah Jabatan di Hadapan Presiden Prabowo

Formappi melihat wacana mengampuni koruptor yang disampaikan pemerintah seolah-olah menjadi lampu hijau bagi aparatur untuk tak takut dengan korupsi. Walau korupsi itu jahat, pemerintah baik hati karena siap mengampuni mereka yang melakukan kejahatan korupsi.

“Apa jadinya kalau pemerintah bersikap lunak terhadap kejahatan serius? Ya sulit membayangkan pemerintah itu masih memikirkan rakyat lagi,” terang Lucius.

Formappi menegaskan, ketika tanpa wacana itu saja pejabat masih saja korupsi. Apalagi ketika mereka tahu akan diampuni jika kedapatan korupsi. 

“Pemerintahan Prabowo-Gibran yang baru seumur jagung tak seharusnya memulai masa kepemimpinan mereka dengan wacana aneh seperti ini. Ini akan semakin membuat jalan kita memberantas korupsi semakin berat, juga jalan koruptor untuk melakukan kejahatan semakin terbuka,” imbuh Lucius.

Selanjutnya: BBRI, BMRI, TLKM, BBCA Jadi Top Leaders Saat IHSG Kembali ke Atas 7.000

Menarik Dibaca: Toyota Yaris Cross HEV Meraih Penghargaan Most Worthy Car di Uzone Choice Award 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×