Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah tengah menyiapkan payung hukum untuk mengeluarkan kebijakan voucher pangan. Voucher pangan rencananya dikeluarkan sebagai pengganti program beras miskin (raskin) yang saat ini berjalan.
Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Manajemen Isu Strategis, Denni Puspa Purbasari mengatakan, payung hukum untuk voucher pangan tersebut akan berupa Keputusan Presiden, dan akan dikeluarkan pada Mei 2016 ini. "Pada Januari 2017 akan ada aktivasi sistem penyaluran baru berupa voucher pangan di kota. Dan, pada Januari 2018 di tingkat kabupaten," ujarnya, Rabu (18/5).
Menurutnya, ini merupakan instruksi Presiden Jokowi yang menyasar 15,5 juta rumah tangga. Di mana voucher ini bisa ditukarkan dengan beras atau pun telur ayam.
Namun menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron, rencana mengganti raskin dengan voucher bisa mengganggu ketahanan pangan nasional. “Sebab raskin adalah cermin dari sistem ketahanan pangan nasional, dan kalau itu dihapus dikhawatirkan akan menimbulkan distabilisasi pangan khususnya beras,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan voucher pangan sama halnya dengan menggeser peran dan fungsi Bulog ke pedagang ritel swasta melalui pengadaan voucher.
"Selama ini Bulog tak hanya mengemban tugas penyaluran raskin. Apakah peran sistem ketahanan pangan bisa diambil alih oleh voucher? Kalau mau mengganti peran Bulog, maka kebijakan voucher ini harus punya stok nasional yang 3,5 juta ton," katanya.
Karena itu ia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati jika memaksakan pemberlakuan voucher ini. “Saya lebih setuju dan ini mungkin jalan tengah, yaitu bila voucher ini, ditujukan untuk diversifikasi pangan khususnya terhadap pangan local,” katanya.
Ia mencontohkan di Irian Jaya , masyarakat biasa mengkonsumsi sagu atau umbi-umbian. Maka pemberlakuan voucher bisa dilakukan disesuaikan dengan pangan lokal, sehingga tujuan diversifikasi pangan juga tercapai.
Namun menurut Bustanul Arifin, pengamat kebijakan pertanian, rencana penggantian raskin ini sah-sah saja dilakukan untuk meningkatkan martabat orang miskin. Yang ia tekankan adalah pengawasan harus diperketat dengan mempertajam sasaran penerima.
“Boleh dicoba untuk beberapa untuk perkotaan sebagai pilot project, namun raskin jangan dihapus, nanti kita lihat, mana yang lebih efektif apakah raskin atau voucher,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News