Reporter: Dityasa H. Forddanta | Editor: Yudho Winarto
Reza Octavian yang mewakili Hipmi Jaya juga menyampaikan bahwa pengusaha masih optimis bahwa Pandemi Covid 19 segera berakhir dan melakukan upaya maksimal untuk mencegah tindakan pemutusan hubungan kerja dengan karyawan.
Namun, Pengusaha juga meminta Pemerintah mempertimbangkan pemberian keringanan beban pajak yang wajib di tanggung pengusaha khususnya terhadap sektor-sektor yang sangat terdampak.
"Hipmi Jaya prihatin dengan banyaknya permohonan pailit maupun PKPU yang menanjak jumlahnya di era pandemi dan mendorong pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi Undang-undang Kepailitan dan PKPU khususnya terhadap syarat insolvency test untuk mengajukan permohonan pailit dan PKPU," tutur Reza.
Baca Juga: Jumlah perusahaan AS yang terancam bangkrut melonjak tinggi
Selain itu, Praktisi hukum GP Aji Wijaya selaku narasumber juga menyampaikan bahwa Undang-undang Kepailitan dan PKPU masih terdapat beberapa kelemahan terutama terkait dengan dapat atau tidaknya debitur yang sudah masuk dalam PKPU dan membuat proposal restrukturisasi kemudian karena kondisi pandemi melakukan revisi perubahan kembali terkait proyeksi proposal restrukturisasinya.
"Kemudian pihak-pihak terkait khusus nya perbankan belum ada penyeragaman sikap terkait status kolektabilitas debitur yang sudah masuk dalam restrukturisasi melalui penundaan kewajiban pembayaran utang," imbuhnya.
Oleh karena itu, Aji juga mendorong agar Mahkamah Agung membuat suatu peraturan yang sifatnya temporer guna mengantisipasi melonjaknya permohonan kepailitan dan PKPU.
"Sehingga dapat mendorong penyelesaian restrukturisasi melalui PKPU secara maksimal untuk mencegah banyaknya perusahaan atau individu yang masuk ke dalam jurang kepailitan," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News