Reporter: Adinda Ade Mustami, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menjajaki pinjaman dari sejumlah bank komersial di luar negeri untuk menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Bentuknya: pinjaman tunai.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, dalam kerangka fleksibilitas pembiayaan dan antisipasi risiko ketidaktersediaan instrumen utang, pemerintah akan mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman tunai. "Sebagai alternatif penerbitan surat berharga negara (SBN)," kata Sri Mulyani dalam pidato penyampaian jawaban tanggapan fraksi-fraksi atas Kerangka Ekonom Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2019 di Rapat Paripurna DPR, Kamis (31/5) pekan lalu.
Menurut Scenaider Siahaan, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemkeu), pinjaman tunai merupakan pinjaman yang diberikan bank komersial yang tidak dikaitkan dengan program atau proyek. Saat ini, Kemkeu sedang melakukan penjajakan ke beberapa perbankan komersial di luar negeri.
Misalnya, bank komersial di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia terutama bank asal Jepang. Scenaider mengungkapkan, banyak bank komersial di luar negeri yang menawarkan pinjaman tunai (cash loan). "Itu akan kami eksekusi kalau semuanya bagus, tahun ini," ungkap Scenaider.
Soal besaran, Scenaider bilang, kemungkinan pemerintah bakal menarik pinjaman dari bank komersial di luar negeri lebih dari US$ 500 juta. Sebab, banyak bank yang ingin memberikan pinjaman kepada Indonesia dalam jumlah yang besar. "Tapi mungkin, ya, itu akan lebih dari US$ 500 juta," ucap Scenaider.
Bunga murah
Yang jelas, Scenaider menuturkan, penarikan pinjaman tunai dari bank komersial di luar negeri saat ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan penerbitan obligasi. Selain menawarkan bunga yang murah, kondisi bank-bank itu lebih stabil. Sebab, mereka tidak bergantung kepada kondisi pasar.
"Mereka sudah punya credit risk (risiko kredit), kemudian rating dan margin tetap. Dia enggak peduli market jungkir balik," kata Scenaider.
Meski begitu, pinjaman tunai dari bank komersial di luar negeri juga memiliki kekurangan. Terutama, batas pinjaman yang mereka berikan. Biasanya, pinjaman tunai memiliki tenor pendek, tidak seperti SBN yang bisa hingga puluhan tahun.
Informasi saja, untuk menutup lubang defisit APBN yang menganga, selama ini pendanaan pemerintah bersumber dari dua pembiayaan. Pertama, penerbitan SBN dalam bentuk rupiah dan valuta asing (valas). Kedua, pinjaman, baik dari luar negeri berupa pinjaman program dan pinjaman proyek, maupun dari dalam negeri.
Tahun ini, defisit anggaran negara mencapai Rp 325,94 triliun atau 2,19% dari produk domestik bruto (PDB). Untuk membiayai defisit itu, pemerintah akan menerbitkan surat utang dengan nilai mencapai Rp 414,52 triliun dan menarik pinjaman Rp 15,3 triliun.
Sedang tahun depan, dalam Kerangka Ekonom Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2019, pemerintah mematok target defisit anggaran yang lebih rendah, yaitu 1,6% sampai 1,9% dari PDB.
Kondisi ini tentu akan menambah utang pemerintah. Untuk utang luar negeri (ULN) saja, per Maret 2018 lalu sudah mencapai US$ 181,14 miliar. Angka itu naik 11,56% dalam setahun terakhir.
ULN yang semakin besar berakibat peningkatan beban utang pemerintah. Ini berimplikasi pada neraca pendapatan primer yang selalu defisit dan membebani neraca pembayaran Indonesia (NPI). Selama triwulan I 2018, neraca pendapatan primer mengalami defisit sebanyak US$ 7,88 miliar, naik dari periode sama 2017 sebesar US$ 7,71 miliar. Defisit neraca pendapatan primer berarti, negara kita harus mengalirkan dollar Amerika Serikat (AS) ke luar negeri untuk membayar bunga utang dan lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News