Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Pajak e-commerce
Google dalam laporan bertajuk e-Conomy 2019 mencatat Indonesia sebagai negara yang punya nilai transaksi paling besar di Asia Tenggara. Pada 2019, diprediksi nilai transaksi digital di Indonesia bisa mencapai US$ 41 miliar.
Nilai tersebut paling banyak disumbang oleh transaksi e-commerce senilai US$ 21 miliar, disusul online travel senilai US$ 10 miliar, kemudian ride hailing US$ 6 miliar, dan media online US$ 4 miliar.
Di sisi lain, menjelang akhir tahun merupakan momentum bagi e-commerce dalam meraih pundi-pundi pendapatan. Sebut saja tag-line promo tanggal 10 Oktober (10-10) dan 11 November (11-11) yang diprediksi transaksi tahun ini tumbuh dibanding tahun lalu.
Baca Juga: Pajak bea balik nama kendaraan naik jadi 12,5% demi mengurangi kemacetan di Jakarta
Menanggapi fenomena tersebut, Yoga mengatakan pada dasarnya, walaupun tidak diatur secara khusus, bukan berarti transaksi di e-commerce tidak dikenakan pajak. Ketentuan pajak secara umum juga berlaku untuk pelaku usaha melalui e-commerce.
Misalnya pengusaha UMKM dengan omzet sampai dengan Rp 1,8 miliar setahun dapat membayar PPh Final 0,5 %. Hal itu, berlaku sama apakah dia berjualan secara konvensional ataupun e-commerce. “Jadi tidak benar bahwa pemerintah tidak mengenakan pajak e-commerce, dan itu sudah berjalan selama ini.,” ungkap Yoga.
Bahkan Yoga mengaku, pembayaran pajak e-commerce semakin menggeliat semenjak menjalin kerjasama dalam pembayaran pajak. Contohnya pembayaran melalui channel persepsi Bukalapak, Tokopedia, dan Finnet.
Diakui Yoga dari Wajib Pajak (WP) yang bayar di sana banyak juga dari para UMKM yang berjualan di platform e-commerce.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News