Reporter: Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Meski Bank Indonesia (BI) telah menetapkan 7-Day Reverse Repo Rate yang lebih rendah daripada suku bunga BI rate, tapi transmisi kebijakan ini belum tentu secepat perkiraan. Sebab, transmisi kebijakan ini ke bunga perbankan dinilai masih tergantung pada kondisi ekonomi domestik.
Jumat lalu (19/8), BI mengumumkan suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate tetap sebesar 5,25%. Selain itu, BI juga menahan suku bunga penyimpanan BI (deposit facility) di level 4,5% dan menurunkan suku bunga pinjaman BI (lending facility) menjadi 6%.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui, saat ini volume penyaluran kredit perbankan masih relatif lambat. Ini tercermin dari pertumbuhan kredit sebesar 8,9% year on year pada kuartal II-2016, hanya naik tipis dibanding kuartal I-2016 yang tumbuh sebesar 8,7%.
Menurut Perry, lambatnya penyaluran kredit perbankan disebabkan masih rendahnya permintaan (demand). Dari sisi investasi swasta, belum menujukkan peningkatan berarti. Ini pula yang menjadi pertimbangan BI mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 4,9%-5,3%.
Di sisi lain, beberapa bank saat ini menghadapi kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Catatan BI, NPL perbankan meningkat melebihi batas aman ke 3,1%. Hal ini yang juga membuat beberapa bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit.
Dengan kondisi tersebut, perbankan akan sulit menurunkan bunga kreditnya karena mereka memilih untuk menjaga penerimaan yang berasal dari bunga kredit. Selain itu, jumlah dana pihak ketiga (DPK) pada akhir kuartal II-2016 tercatat tumbuh 5,9%, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya sebesar 6,4%. "Artinya, dalam jangka pendek, transmisi (kebijakan moneter) ke suku bunga perbankan akan lebih lambat," kata Perry, akhir pekan lalu.
Bangun optimisme
Oleh karena itu, menurut Perry, perlu dibangun keyakinan dan kepercayaan bahwa pertumbuhan ekonomi ke depan akan mengalami perbaikan lebih cepat. Dengan begitu, swasta akan tergerak untuk mempersiapkan ekspansi usahanya. Hal ini akan mendorong permintaan kredit perbankan.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, penciptaan suasana yang nyaman bagi pelaku bisnis masih diperlukan untuk mempercepat transmisi kebijakan moneter BI yang baru terhadap sektor riil. Dalam hal ini, peran pemerintah menjadi penting untuk melakukan percepatan reformasi struktural.
"Satu-satunya harapan mendorong investasi, sebab belanja pemerintah lemah, apalagi tangan pemerintah telah terborgol dengan aturan defisit anggaran tidak boleh lebih dari 3%," kata David.
Menurut David, sektor industri yang masih bisa diandalkan, yaitu perdagangan, infrastruktur, dan pariwisata, perlu diberikan kemudahan lagi agar bisa menarik kredit. Pemerintah juga perlu meningkatkan daya beli masyarakat agar konsumsi naik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News