Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transisi penggunaan kendaraan bersih atau kendaraan listrik kian mendesak di tengah kualitas udara di Jakarta yang memburukk.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan, tingginya tingkat polusi udara tidak hanya menjadi kekhawatiran warga Jabodetabek, tetapi juga menjadi sorotan berbagai media asing hingga Jakarta didapuk sebagai salah kota paling beracun di dunia.
“Dengan kualitas udara yang semakin memburuk ini selain dapat membahayakan kesehatan warga, juga tentunya berpotensi menghambat aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu (16/8).
Baca Juga: KLHK Bantah Informasi Polusi Udara di Jakarta Berasal dari PLTU
Abra menyayangkan adanya perdebatan mengenai sumber penyebab kotornya langit Jakarta saat kesehatan warga terancam. Padahal menurut dia secara kasat mata dapat dilihat kualitas udara Jakarta sangat dipengaruhi oleh bergeliatnya mobilitas masyarakat pascapandemi.
“Kita ingat betul di masa pandemi ketika masyarakat lebih banyak berada di rumah, langit Jakarta tampak begitu cerah dan bersih. Namun, kini setelah ekonomi Jakarta mulai bergeliat dan jalanan Jakarta mulai sesak dipadati kendaraan bermotor, udara Jakarta pun terasa pengap dikepung asap,” ucapnya.
Hal ini terkonfirmasi dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan (KLHK) bahwa penyumbang utama pencemar udara utama di Indonesia adalah sektor transportasi dengan porsi 44%, disusul sektor industri 31%.
Pertumbuhan PDRB sektor transportasi di Jakarta mencapai 18,1% pada kuartal II-2023, menunjukkan kontribusi besar sektor ini terhadap polusi udara.
Abra menyatakan, pertumbuhan kendaraan bermotor berbasis fosil di Jakarta mengkhawatirkan, dengan populasi mobil meningkat 15,5% menjadi 4,13 juta dan sepeda motor 27,8% menjadi 19,22 juta dalam 5 tahun terakhir. Dengan konsumsi rata-rata BBM, Jakarta memakan 17,8 juta liter per hari untuk motor dan 16,2 juta liter untuk mobil. Ini setara dengan emisi 81,17 juta kg CO2e.
Baca Juga: Udara Jakarta Membahayakan Kesehatan, Cermati Tanda-Tanda ISPA
Untuk merespons masalah ini, Abra menyarankan transformasi menuju transportasi yang lebih bersih. Solusinya adalah dengan meningkatkan transportasi massal yang nyaman dan terjangkau serta mendorong penggunaan kendaraan listrik.
Insentif seperti potongan PPN untuk mobil listrik dan subsidi motor listrik diharapkan menarik masyarakat. Namun, dukungan infrastruktur, seperti Stasiun Pengisian dan Penukaran Baterai Kendaraan Listrik, menjadi penting.
Abra juga menekankan pentingnya pemerintah untuk menjaga keandalan pembangkit listrik bersih dan melakukan transisi energi sesuai RUPTL 2021-2030. Targetnya adalah mengurangi porsi PLTU dalam bauran energi dari 67% di 2021 menjadi 59,4% di 2030.
Terkait PLTU di ujung barat Pulau Jawa, pemerintah harus memastikan mereka dilengkapi dengan sistem monitoring emisi agar publik yakin bahwa transisi ke transportasi bersih didukung oleh teknologi pembangkit listrik yang bersih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News