Reporter: Herlina KD, Asep Munazat Zatnika, Widyasari Ginting | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Tingginya permintaan valuta asing (valas) terutama dalam dollar Amerika Serikat membuat nilai tukar rupiah makin tergerus. Karenanya, transaksi dalam bentuk valas di dalam negeri harus bisa ditekan agar permintaan dollar tak terlalu tinggi.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menuturkan di Indonesia sudah memiliki Undang-undang (UU) no 7/ 2011 tentang Mata Uang.
Dalam beleid ini disebutkan, rupiah wajib digunakan di setiap transaksi keuangan di Indonesia. "Tapi faktanya masih banyak transaksi komersial di dalam negeri yang menggunakan dollar, padahal bukan transaksi perdagangan internasional. Ini yang membuat permintaan dollar di dalam negeri yang tidak perlu," jelas Mirza, akhir pekan lalu.
Tingginya permintaan valas ini tentu makin membuat rupiah tergerus. Apalagi, kondisi pasar valas domestik belum terlalu dalam. Menurut Mirza, rata-rata likuiditas pasar valas spot di domestik tak lebih dari US$ 2 miliar per hari. Saat rupiah tertekan, transaksi valas hanya sekitar US$ 800 juta - US$ 1 miliar per hari. Untuk menekan permintaan valas yang tidak perlu, kata Mirza BI dan pemerintah perlu berupaya agar masyarakat lebih paham soal penggunaan rupiah untuk bertransaksi.
Untuk menekan penggunaan valas, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Chairul Tanjung meminta agar seluruh transaksi di pelabuhan yang kini masih memakai valas untuk beralih ke rupiah.
Menteri Keuangan Chatib Basri berharap seluruh perusahaan baik eksportir maupun importir untuk menggunakan rupiah dalam transaksi di pelabuhan. Tapi “Pemerintah sulit mengontrol perusahaan lain, tetapi kalau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memungkinkan,” katanya.
Bila pebisnis swasta maupun BUMN bertransaksi dengan rupiah di domestik, Chatib meyakini pelemahan rupiah bisa sedikit tertolong.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News