Sumber: TRIBUNNEWS.COM | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Baru memasuki hari pertama Ramadan, acara hiburan lawakan yang ditayangkan televisi saat sahur, Rabu (10/7) dinihari, memantik kecaman. Pemimpin Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Dr KH Noer Muhammad Iskandar SQ menilai tayangan lawakan bertentangan etika dan vulgar.
Kyai Noer Muhammad Iskandar mengaku mendapat komplain keluarganya yang melihat tayangan televisi setelah menikmati sahur. Seorang pembawa acara bertingkah konyol dengan cara mencandai rekannya yang wanita tanpa merasa bersalah.
"Pelawak ini bergandengan tangan dengan orang yang bukan muhrimnya dan ditayangkan ketika orang sedang sahur," tegas Kyai Noer Muhammad di Jakarta, Rabu (10/7) kemarin.
Menurut sang ulama, tidak sepantasnya televisi membuat program yang malah bertentangan nilai-nilai Ramadan. Tingkah laku seperti itu seharusnya dihukum, karena bertindak tak sesuai nilai-nilai yang berlaku, bahkan malah dengan bebasnya disiarkan dan ditonton publik se Tanah Air.
"Ini tindakan amoral," kecam KH Noer Muhammad. Ia meminta media televisi tidak merusak suasana Bulan Suci Ramadan. "Sebaliknya, mendukung terciptanya kegiatan yang mendorong pelaksanaan praktik beribadah," tandasnya.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Azimah Subagijo tak kalah tajam mengkritik stasiun televisi yang menyiarkan tayangan tak mendidik saat Ramadan. "Tidak sepantasnya program tayangan membawa simbol-simbol agama, kemudian menjadikannya bahan lelucon," tegasnya.
Menurut Azimah, jika sang produser kreatif, lawakan yang disajikan tetap sehat. ''KPI berharap tayangan-tayangan televisi bisa membawa spiritual Ramadan. Bukan acara-acara yang memperdengarkan kata-kata pornografi," tuturnya.
Sebelum Ramadan, KPI telah melakukan pemantauan seluruh tayangan televisi di Indonesia. KPI minta televisi dan radio menyajikan acara spiritual Ramadan yang bermutu.
Kendati demikian, setelah dievaluasi sampai kemarin, KPI masih banyak menemukan tayangan kurang pantas. Misalnya, banyak tayangan yang mengangkat materi keagamaan, tapi tak dipandu ahlinya.
Azimah menunjuk contoh, tiba-tiba artis dilabeli ustaz atau ustazah, tapi tak memiliki keahlian dalam agama. KPI juga banyak menerima pengaduan masyarakat terkait masalah ini.
Sebelumnya, mantan Wapres Jusuf Kalla (JK) berharap televisi bisa memberi tayangan mendidik selama Ramadan. "Tayangan televisi harus tetap mendidik, meski banyak tayangan Islami yang dibalut humor. Tak masalah, asal tak mengurangi nilai Islaminya," ujarnya.
JK yang juga menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) tak menampik, jika tayangan yang disajikan tak jauh dari tema humor dan lucu. Namun, ia tetap berharap agar konteks yang ditampilkan tidak bersifat konyol.
"Kita menganjurkan kalau humor, jangan konyol. Jangan sampai merendahkan dakwahnya sendiri, nanti banyak orang yang tersinggung," tegasnya.
JK mengingatkan, Indonesia saat ini tak memiliki tokoh religi yang mampu membawakan program televisi Ramadan dengan baik.
Menurutnya, dulu Ustaz Jefri dan Aa Gym mampu membawakan program televisi yang mendidik serta meningkatkan iman dan takwa.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memonitor siaran televisi dan radio selama Ramadan memperingatkan televisi maupun media lainnya agar tayangan tak melanggar nilai-nilai Islami dan akhlak.
Sebagai bentuk tanggungjawab kepada bangsa, Ketua MUI, KH Maruf Amin minta program Ramadan yang ditayang televisi dan radio, sesuai nilai akhlakul kharimah sehingga tercipta situasi Ramadan yang khusyuk dan khidmat.
"MUI berharap media tak menyiarkan tayangan bermuatan ramalan, kekerasan, lawakan berlebihan, serta cara berpakaian tak sesuai akhlakul kharimah," tegasnya.
MUI menyerukan masyarakat meningkatkan ibadah dan amal saleh. "Seluruh organisasi atau lembaga Islam, khususnya lembaga pendidikan untuk mengisi Ramadan agar lebih bermakna. Melakukan pengayaan nilai dan program keutamaan seperti tadarus Alquran, pesantren kilat, kursus keagamaan dan lainnya," jelasnya.
Menurut Anggota KPI, Nina Armando, lembaganya kini fokus memantau tayangan komedi nakal, terutama saat sahur dan berbuka puasa. KPI memiliki desk khusus yang memantau acara-acara komedi menjelang berbuka dan sahur. "Publik amat berharap agar KPI melakukan pemantauan khusus. Ini memang penting karena acara tersebut tayang pada jam dewasa, sedangkan banyak juga anak-anak yang menonton. Tahun lalu, terjadi pola pelanggaran berulang pada acara komedi menjelang buka dan sahur," katanya.
Pelanggaran yang dimaksud, seperti pelecehan individu dan pelanggaran hak perlindungan anak. "Tahun lalu, KPI menjatuhkan sanksi pada tujuh program di tujuh stasiun televisi," tutur Nina.
Ia pun memperingatkan stasiun-stasiun televisi tak mengulanginya. "Jika tetap melanggar dan pelanggarannya berat, maka sanksinya bisa pemotongan durasi hingga penghentian program," tandas Nina.
Pembina Masyarakat TV Sehat, Fahira Idris memang menginginkan adanya toleransi yang ditunjukkan lembaga-lembaga penyiaran Indonesia saat Ramadan. Dia mengatakan, toleransi itu dalam bentuk keseimbangan porsi antara lawakan dan ibadah. "Misalnya, dulu lawakan 90 persen, ibadahnya 10 persen, maka saat Ramadan unsur ibadahnya jadi 60 persen dan lawakan 40 persen saja,'' ujar Fahira.
Menurut Fahira, orangtua bisa berperan menyaring acara televisi. "Mereka harus mematikan televisi ketika ada tayangan yang kurang memiliki manfaat. Tujuannya agar penonton anak-anak tak meniru hal-hal yang tak patut dicontoh, sehingga norma dan nilai luhur budaya bangsa tak tergerus dengan budaya-budaya sampah," tegasnya.
Ketua MUI, KH Amidhan pun mendesak para pengelola televisi agar tak merusak nilai Ramadan. "Sudah ada imbauan dari MUI. Apabila stasiun televisi tetap tak mengindahkan, ya kita beri teguran keras," tegasnya.
Ia menegaskan, agama menjadi hal sangat sensitif kalau dijadikan bahan lelucon atau tertawaan. Menurut Amidhan, MUI sudah minta stasiun televisi menayangkan acara-acara religius, mendidik dan memberi motivasi penonton untuk beribadah selama Ramadan.
"Ini bertujuan agar stasiun televisi menghapus tayangan yang tak sesuai syariat," ujarnya. Namun, stasiun televisi berkilah tayangan tersebut hanya untuk mendongkrak rating. Sedangkan, tayangan formal seperti kajian dan ceramah kurang memiliki peminat, sehingga perlu dikemas agar menarik dan memiliki nilai jual.
Amidhan mengingatkan, acara dakwah, seperti kuliah subuh, masih banyak peminat dan bisa menaikkan rating. Amidhan juga mengingatkan agar stasiun televisi menghindari penayangan dai dan mubaligh yang tak berkompeten dalam mengisi acara-acara keagamaan. "Ini untuk menghindari adanya fatwa keliru dari dai itu akibat kurangnya ilmu," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News