Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah boleh berharap fasilitas tax allowance yang baru terbit ini bisa memberikan multiplier effect ekonomi untuk mendorong sektor-sektor yang diberikan fasilitas tersebut. Namun, nyatanya, harapan tersebut belum tentu bisa terwujud karena fasilitas pajak ini sulit dinikmati pengusaha akibat persyaratannya yang rumit.
Ade Sudrajat, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan, selama ini fasilitas pajak dari pemerintah belum termanfaatkan dengan baik karena persyaratannya yang berbelit-belit dan menyulitkan perusahaan. "Walaupun industri tekstil mendapat fasilitas ini, dari dulu kami belum bisa memanfaatkannya dengan baik," kata Ade, Rabu (4/1).
Sebelumnya, Arryanto Sagala, Kepala Badan Kebijakan Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian mengakui, ada beberapa sektor industri yang mendapatkan tax allowance, namun terpaksa tidak mendapatkannya lagi karena selama tiga tahun berturut-turut tidak memanfaatkan fasilitas ini.
Sektor yang ditarik itu antara lain sektor perkebunan budidaya manggis. "Entah tidak butuh tax allowance atau karena memang tidak efektif," katanya.
Ade Sudrajat mengatakan, seyogianya fasilitas pajak ini diberikan kepada industri yang bisa menyerap tenaga kerja yang banyak. Jadi, peraturan ini tidak hanya memikirkan nilai investasi. "Seharusnya ini soal tenaga kerjanya berapa, bukan realisasi investasinya," kata Ade.
Sementara itu Wakil Sekjen Apindo Franky Sibarani mengatakan, insentif tax allowance ini bisa mendorong hilirisasi industri. Senada dengan Ade, Franky mengatakan, pemerintah perlu mempertahankan pemberian insentif ini kepada industri padat karya agar lebih berkembang.
Pasalnya, dengan mendorong industri padat karya, akan ada dampak yang cukup besar bagi pengurangan kemiskinan dan pengangguran. "Ini bisa memberikan pengaruh yang positif kepada perekonomian," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News