kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,82   -0,84   -0.09%
  • EMAS1.368.000 0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tantangan Industri Manufaktur Indonesia di Tengah Penurunan Kinerja


Minggu, 30 Juni 2024 / 16:14 WIB
Tantangan Industri Manufaktur Indonesia di Tengah Penurunan Kinerja
ILUSTRASI. PT Trisula Textile Industries Tbk (“BELL”),sebuah perusahaan publikyang beroperasi di sektor industri tekstil dan perdagangan resmi menambah 14 outlet baru JOBB dan Jack Nicklaus sepanjang tahun 2023.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri pengolahan (manufaktur) Indonesia tengah menghadapi tantangan di tengah penurunan kinerja. 

Hal ini sebagai imbas dari penurunan pajak penghasilan (PPh) Badan tahunan dan peningkatan restitusi, terutama pada subsektor industri sawit, industri logam dan industri pupuk.

Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, industri pengolahan menyumbang 25,6% dari total penerimaan pajak hingga akhir Mei 2024 yang mencapai Rp 760,38 triliun.

Baca Juga: Gelombang PHK Kembali Terjadi, Ini Sebabnya Menurut Pengamat

Sayangnya, setoran pajak dari industri pengolahan mengalami kontraksi baik secara neto sebesar 14,2% maupun bruto sebesar 3,2%.

Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan, performa industri tekstil misalnya pakaian jadi, pada kuarta I tahun 2024 tumbuh relatif rendah dibandingkan rata-rata industri lainnya.

Dia menyebutkan, industri lainnya itu antara lain, industri pengolahan non migas yang tumbuh 4,6%, year on year (yoy), industri makanan dan minuman yang tumbuhnya 5,8% yoy, industri rokok 7,6% yoy, industri logam dasar yakni hilirisasi nikel yang tumbuh 16,5% yoy.

“Sebenarnya sektor ini (pakaian jadi) sangat rentan terjadi PHK masal, kalau kita lihat memang beberapa sektor yang relatif mengalami kontraksi misalkan pengadaan gas, produksi es minusnya 13,3% yoy di kuartal I, kemudian ada industri karet minus 5,2%,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (28/6).

Baca Juga: Menperin Dukung Industri Kreatif Rebut Pasar Domestik

Bhima mengungkapkan, bila dilihat pertumbuhan sektoral, industri padat karya ini masih sangat terpukul oleh berbagai tantangan. Tantangan tersebut antara lain, naiknya harga bahan baku, fluktuasi nilai tukar, relokasi pabrik multinasional ke Vietnam, Bangladesh dan Etiopia.

“Memang perlu mendapat perhatian, karena sektor padat karya sekali terpukul, efek domino terhadap penyerapan tenaga kerjanya yang turun cukup tajam, dibandingkan sektor jasa,” pungkasnya.

Selanjutnya: APSyFI: Rata-rata Utilisasi Industri Tekstil Dalam Negeri di Bawah 50%

Menarik Dibaca: Ini Lo Penyebab Banyak Laba-laba di Rumah Moms!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×