kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tak seperti taper tantrum 2013, Indonesia dinilai lebih siap hadapi tapering off


Rabu, 10 November 2021 / 17:17 WIB
Tak seperti taper tantrum 2013, Indonesia dinilai lebih siap hadapi tapering off
ILUSTRASI. Suasana langit biru menghiasi Jakarta, Rabu (2/12/2020). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) sudah mengumumkan mulai mengurangi program pembelian obligasi (tapering off) pada akhir November 2021. 

Lembaga riset Morgan Stanley mengaku, banyak investor yang mempertanyakan dampak tapering off pada pasar keuangan Indonesia. Bahkan, ada ketakutan tapering off pada tahun 2021 ini memberikan dampak seperti taper tantrum pada 2013.

Ekonom Morgan Stanley Asia Limited Deyi Tan kemudian melihat, adanya tapering off di tahun 2021 tidak akan memberikan dampak seperti taper tantrum sewindu silam. “Dari pandangan kami, tidak akan terjadi taper tantrum jilid kedua (taper tantrum 2.0),” tulis Deyi dalam laporan yang diterima Kontan.co.id, Rabu (10/11). 

Deyi mengatakan ada dua faktor yang mendasari hal ini. Pertama, kecepatan peningkatan suku bunga riil AS yang cukup transparan dan komunikasi The Fed yang cukup terbuka. 

Baca Juga: Indonesia dan Malaysia siap buka perbatasan di tengah pandemi Covid-19

Pada tahun 2013, terdapat miskomunikasi kebijakan yang membuat suku bunga US Treasury tenor 10 tahun naik hingga 150 bps hanya dalam 4 bulan, yaitu dari minus 0,7% menjadi 0,8%.  Sementara pada tahun ini, peningkatan akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi inflasi dan juga kondisi ketenagakerjaan AS.  

Kedua, kondisi stabilitas makroekonomi dalam negeri. Pada 2013, Bank Indonesia (BI) bahkan harus meningkatkan suku bunga acuan hingga 175 bos karena dollar AS meningkat yang menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi. 

Namun, ini juga didorong oleh inflasi yang sanga tinggi dan juga defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang lebar. 

Pada tahun ini, Morgan Stanley melihat kondisi makroekonomi sudah meningkat bila dibandingkan dengan 8 tahun lalu. Tingkat inflasi rendah, pun dengan CAD. Suku bunga ril dan perbedaan suku bunga riil dengan AS relatif tinggi, serta cadangan devisa yang tambun untuk menjadi bantalan pergerakan rupiah. 

Selanjutnya: Berharap ekonomi pulih, Sri Mulyani malah pangkas target penerimaan PPh tahun depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×