kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tak ada dasar hukum, kok PT JM lanjutkan monorel?


Kamis, 27 Februari 2014 / 10:30 WIB
Tak ada dasar hukum, kok PT JM lanjutkan monorel?
ILUSTRASI. Cuaca besok Selasa (11/10) di Jakarta dan sekitarnya dari BMKG cerah berawan hingga hujan petir. ANTARA FOTO/Fauzan.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Peran Pemprov DKI dipertanyakan terkait dilanjutkannya proyek monorel oleh PT Jakarta Monorail (JM). Tanpa ada dasar hukum yang jelas, PT JM berani melakukan re-groundbreaking pada (16/10/2013) lalu, di depan Hotel Four Season, Kuningan, Jakarta Selatan.

Pengamat transportasi Darmaningtyas mengatakan, PT JM sudah tidak memiliki dasar hukum untuk melakukan kegiatan konstruksi apa pun. Sebab, pada 2011, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Fauzi Bowo, mengeluarkan surat Nomor 1869/-1.811.3 tanggal 21 September 2011 yang berisi berakhirnya perjanjian kerja sama (PKS) dengan JM.

Kini, PKS baru telah diajukan Pemprov DKI kepada PT JM. Namun, belum ada kesepakatan antar-kedua pihak untuk meneken PKS tersebut.

"Nah, makanya ini yang harus kita tanya ke Pak Gubernur. PKS atau dasar hukumnya enggak ada, kok (PT JM) sudah diberikan izin melakukan kegiatan," kata Darmaningtyas kepada Kompas.com, di Jakarta, Rabu (26/2/2014).

PKS baru yang diajukan DKI kepada PT JM ditambah dengan dua klausul tambahan, yakni penyelesaian pembangunan monorel dalam jangka waktu tiga tahun. Jika gagal, seluruh aset bangunan akan menjadi milik Pemprov DKI. Kemudian, PT JM juga harus memberikan uang jaminan kepada Pemprov DKI sebesar 5 persen.

Namun, PT JM menolak klausul kedua karena nilainya terlalu besar dan tidak sesuai aturan Bappenas. PT JM hanya akan memberikan uang jaminan 1 persen dari total investasi 1,5 miliar dollar AS kepada Pemprov DKI.

Jika sesuai dengan klausul yang diusulkan DKI sebanyak 5 persen, PT JM harus menyerahkan sebanyak 75 juta dollar AS. Sementara PT JM hanya akan mengikuti peraturan Bappenas, dengan menyerahkan 1 persen investasinya, sebanyak 15 juta dollar AS ke DKI.

Terkait dengan berhentinya PKS, PT Adhi Karya, yang saat itu bergabung menjadi konsorsium dengan PT JM, menggugat PT JM ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan itu untuk mendapat kembali hak-haknya atas gambar-gambar dan bangunan konstruksi yang telah dibuat.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No 296/Pdt G/2012/PN Jkt Sel tanggal 22 Oktober 2012 menyatakan Adhi Karya merupakan pemilik dan satu-satunya pihak yang berhak atas gambar-gambar konstruksi. Kemudian, Adhi Karya merupakan pemilik dan satu-satunya pihak yang berhak atas bangunan fondasi hingga tiang konstruksi monorel di koridor hijau (green line) di 221 lokasi.

Terhadap putusan pengadilan tersebut, sampai jangka waktu yang ditentukan, PT JM tidak melakukan upaya hukum banding sehingga putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan kronologi tersebut, kata pria yang akrab disapa Tyas tersebut, PT JM sebenarnya sudah tidak memiliki hak melanjutkan pembangunan monorel di jalur hijau. Apabila ingin melanjutkan proyek, PT JM harus membayar tiang pancang senilai Rp 193.662.000.000 kepada Adhi Karya.

Meski demikian, PT JM menolaknya. Mereka masih akan menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelum membayar sejumlah uang kepada Adhi Karya. Sebab, nilai tersebut menurut PT JM sudah di-mark-up sebelumnya oleh Adhi Karya. Dalam perjalanannya, kata Tyas, PT JM sulit menarik investor untuk membangun monorel.

Tak hanya sulit menarik investor, PT JM juga kesulitan mendapat pinjaman bank. Jika PT JM mengklaim mampu membangun monorel, seharusnya proyek yang mangkrak sejak tahun 2007 itu bisa selesai dengan mudah.

"Kemarin mereka (PT JM) mengklaim punya kekayaan sampai Rp 4,5 triliun. Kebutuhan membangun monorelnya saja Rp 15 triliun. Harta mereka tidak ada sepertiga untuk membangun monorel," kata Tyas.

Pada kesempatan berbeda, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, PKS yang digunakan PT JM untuk melaksanakan kegiatan konstruksi adalah PKS tahun 2004 lalu. Saat meminta izin kepada DKI untuk re-groundbreaking, kata Basuki, mereka hanya ingin melakukan beberapa tes tanpa melibatkan anggaran Pemprov DKI.

Kendati demikian, Basuki tampak berhati-hati memberikan komentar terkait perihal ini. Ia lebih menyerahkan semuanya kepada Gubernur Jokowi. "Mesti tanya Pak Gubernurlah kalau soal ini," kata Basuki singkat.

Direktur Teknis PT JM Bovanantoo mengatakan, pihaknya serius dalam mengerjakan proyek monorel ini. Pengerjaan itu telah mendapatkan sokongan dana dari investor, salah satunya Ortus Holdings. Saat ini, PT JM masih terus berkonsultasi dengan konsultan pendamping yang juga bagian konsorsium pembangunan monorel, yakni China Communications Construction Company Ltd (CCCC).

"Kita tunggu pernyataan kapan pembangunan fisik itu dapat dimulai. Kini survei terhadap fondasi dan tiang yang ada terus berlangsung," kata Bovanantoo. (Kurnia Sari Aziza)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×