kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tagihan utang pada Arjuna Finance menyusut jadi Rp 374 miliar


Kamis, 22 Februari 2018 / 17:48 WIB
Tagihan utang pada Arjuna Finance menyusut jadi Rp 374 miliar
ILUSTRASI. Ilustrasi Opini - Menimbang PKPU Berulang


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim pengawas Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Arjuna Finance telah menetapkan tagihan Arjuna Finance yang kini berstatus PKPU sementara.

Nilai tagihan yang ditetapkan adalah Rp 374,61 miliar yang berasal dari 16 kreditur. Rinciannya, 15 perbankan berasal dari perbankan dan satu sisanya dari perusahaan asuransi.

Rinciannya adalah, Bank Andara senilai Rp 13,69 miliar, Bank Artos Rp 3,4 miliar, BCA Rp 197,77 juta, Bank BNI Rp 20,35 miliar, Bank BRI Agro Rp 18,65 miliar, dan Bank Harda Rp 6,15 miliar. 

Selain itu, Bank BJB Rp 7,57 miliar, BPD Kalsel Rp 15,87 miliar, Bank Maybank Rp 28,60 miliar, Bank MNC Rp 32,64 miliar, dan Bank QnB Rp 3,55 miliar.

Kreditur lainnya yaitu Bank Sampoerna Rp 105,54 miliar, Bank Bank SBI Rp 17,54, Bank Victoria Rp 22,67, Bank Woori Rp 64,17 miliar, Bank Yudha Bhakti Rp 8,67 miliar. Ada juga dari perusahaan asuransi Maybro Insurance senilai Rp 13,88 miliar.

Ryonaldo Batubara, anggota tim pengawas PKPU Arjuna Finance mengatakan, menghapus Bank Yudha Bakti dari daftar debitur. Pasalnya, bank jenis Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ini hanya menggunakan Arjuna Finance sebagai agen penyaluran kredit langsung ke konsumen. 

"Jadi itu channeling. Debitur dari Bank Yudha Bakti adalah end user (konsumen), sedangkan Arjuna hanya agen saja," jelasnya seusai rapat verifikasi PKPU Arjuna Finance di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (22/2).

Dia menambahkan selain, nilai yang sudah ditetapkan sendiri masih ada tagihan yang diakui sementara oleh tim pengawas yaitu berasal dari Bima Finance senilai Rp 161,80 miliar.

"Jadi totalnya Rp 536,45 miliar. Rp 374,61 telah ditetapkan, dan Rp 161,8 miliar yang masih sementara dari Bima Finance," sambung Ryonaldo.

Terkait menciutnya nilai tagihan, Direktur Arjuna Finance David Effendy mengatakan bahwa, hal tersebut disebabkan lantaran kreditur tak dapat membuktikan nilai tagihan yang diklaim sebelumnya.

"Jadi ada nilai klaim utang terhadap Arjuna Finance tidak dapat dibuktikan kreditur. Apakah itu cacat kontrak kredit, atau bagaimana saya juga belum dalami persis," katanya dalam kesempatan yang sama.

Sementara soal munculnya tagihan dari Bima Finance, David mengatakan ada masalah terkait hal tersebut, akibat perubahan manajemen Arjuna Finance.

Sekadar informasi, sejak Maret 2017 Arjuna Finance telah diambil mayoritas sahamnya oleh Victorsun Ridanaung dari Andri Surjasa.

Nah terkait transisi manajemen ini, David menyebut bahwa dari laporan keuangan yang diterima oleh manajemen baru, tak ada catatan kewajiban pembayaran kepada Bima Finance.

"Saat akuisisi tidak pernah ada laporan kewajiban Arjuna Finance terhadap Bima Finance, dimana nilainya cukup besar. Jika nilai tersebut muncul di awal mungkin akan berbeda proses akuisisinya," sambung David.

Oleh karenanya, ia sendiri merencanakan akan meminta laporan keuangan yang dilaporkan manajemen lama Arjuna Finance ke OJK.

Bank Melakukan Penagihan

David menjelaskan, sebenarnya dari catatan Arjuna Finance selain kreditur yang telah disebut, masih ada beberapa kreditur lainnya khususnya dari perbankan.

Namun, kata David mereka tak mendaftarkan dirinya untuk jadi kreditur PKPU Arjuna Finance. Mereka adalah BRI, Bank Bukopin, Bank INA, Bank J-Trust, Bank Sinarmas dan Bank Mega.

Sialnya, alih-alih jadi kreditur PKPU Arjuna Finance, keenam bank tersebut justru melakukan penagihan mandiri kepada nasabah.

"Perlu sampaikan juga, hingga hari ini dari kantor cabang ada laporan bahwa ada beberapa kreditur yang belum masuk dalam PKPU ini, itu langsung melakukan penagihan langsung ke end user. Padahal hal tersebut akan merugikan pemohon PKPU secara umum dan Arjuna Finance secara khusus," jelas David.

Sekadar informasi, David menyebutkan selain tak terbuka atas kinerja keuangan, manejemen lama Arjuna Finance juga kerao melaksanakan praktik multi-pledge collateral side streaming telah dilakukan manajemen lama Arjuna Finance sejak 2012.

Praktik tersebut sendiri berarti menjaminkan satu Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BKPB) milik konsumen kepada beberapa bank. Atas perbuatannya tersebut, 17 November 2017 lalu, Arjuna Finance sendiri telah dicabut ijin usahanya oleh OJK. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×