Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Krisis ekonomi yang membuat perdagangan internasional lesu, juga membelit Indonesia. Buktinya, nilai surplus pada neraca perdagangan Indonesia melorot.
Lihat saja, surplus perdagangan pada Mei 2009 hanya sebesar US$ 1,41 miliar. Padahal, sebulan sebelumnya atau April 2009, surplus perdagangan kita masih US$ 1,74 miliar. Artinya, dalam tempo sebulan sudah terjadi penurunan surplus perdagangan hampir US$ 335 juta atau sekitar 19,2%.
Sebetulnya, pada Mei lalu nilai ekspor meningkat 9,5% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 9,25 miliar. Tapi peningkatan ini tidak mampu mendongkrak surplus perdagangan. Sebab, selama Mei, nilai impor melonjak lebih tajam lagi yakni 17% menjadi US$ 7,85 miliar.
Deputi bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Ali Rosidi mengatakan, Mei 2009, neraca perdagangan sektor nonmigas memang positif US$ 1,61 miliar. Tapi, hal ini tidak diikuti kelompok migas yang malah mengalami defisit US$ 198,9 juta. “Tapi, secara keseluruhan masih surplus,” katanya, Rabu (1/7).
Berdasarkan negara tujuan, Indonesia masih mengalami surplus perdagangan ke beberapa negara di Asia Tenggara, kecuali Thailand. Surplus perdagangan juga terjadi untuk negara-negara di Eropa.
Meski jika dihitung secara bulanan surplus perdagangan turun, namun jika dihitung berdasarkan tahun berjalan (Januari-Mei) 2009, surplus perdagangan naik signifikan ketimbang Januari - Mei 2008. Dalam lima bulan pertama 2009, Indonesia mencatat surplus US$ 7,09 miliar, melejit 56,3% dibandingkan periode sama tahun lalu.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Publik, Hariyadi Sukamdani menuturkan, surplus tersebut terjadi karena selama Januari - Mei 2009, nilai impor turun signifikan. Penurunan impor adalah buah kebijakan pengetatan masuknya beberapa jenis barang untuk mengurangi masuknya barang ilegal.
Selain itu, Pemerintah juga hanya membolehkan impor bahan baku dan bukan lagi barang konsumsi.
Menurut hitungan Hariyadi, secara keseluruhan pada semester pertama 2009, nilai ekspor akan turun 10% - 15%. Tapi, angka ini jauh lebih mendingan ketimbang angka penurunan impor. Walhasil, neraca perdagangan Indonesia tetap bisa surplus.
Ia yakin, nilai ekspor bakal tumbuh di semester kedua ini. Sebab, Agustus 2009, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang akan membantu pembiayaan para eksportir bakal mulai berjalan.
Sejauh ini, ujar Hariyadi, Indonesia masih akan mengandalkan Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa sebagai tujuan ekspor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News