Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga kebijakan, BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 6% pada pekan lalu.
Kenaikan suku bunga acuan tersebut, seiring dengan kenaikan suku bunga acuan negara-negara di dunia, termasuk bank sentral Amerika Serikat (AS), di tengah ketidakpastian global yang mengancam pasar keuangan.
Akademisi sekaligus Perwakilan ISEI Jawa Tengah Akhmad Syakir Kurnia mewanti-wanti, kenaikan suku bunga BI akan menambah beban belanja pemerintah.
Baca Juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Bunga Deposito Siap Menyusul?
"Saat BI mempertimbangkan kenaikan suku bunga, ini akan menambah beban belanja pemerintah," tutur Akhmad dalam Peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan no. 41, Senin (23/10).
Akhmad bilang, yang membengkak dari alokasi belanja pemerintah adalah, belanja terkait pembayaran utang.
Dengan potensi bengkaknya belanja pembayaran utang, yang kemudian menjadi beban tambahan bagi APBN, maka ini berarti ruang kebijakan suku bunga BI akan berkurang.
Padahal, kebijakan suku bunga digunakan oleh BI dalam rangka menekan inflasi. Terlebih, di situasi global yang sedang gonjang-ganjing.
Akhmad juga kemudian mengungkit kondisi yang pernah terjadi pada saat pandemi. Pada waktu itu, saat krisis terjadi, BI melakukan bagi beban (burden sharing) dengan pemerintah untuk membantu membiayai defisit anggaran.
Baca Juga: BI Perpanjang Insentif DP 0% Untuk KPR, Begini Respons Perbankan
Padahal waktu itu bank-bank sentral dunia ramai-ramai menurunkan suku bunga untuk menyelamatkan ekonomi.
Namun, memang pada waktu itu kondisi perekonomian sedang dalam gonjang-ganjing.
"Pada waktu itu pandemi, BI 'ngutangin' pemerintah untuk biayai defisit lewat pembelian aset. Makanya, saat ini, kenaikan suku bunga dan dampaknya harus menjadi perhatian bersama," tandas Akhmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News