Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perseteruan biro perjalanan umrah Kharissa Permai Holiday dengan PT Lion Mentari Airlines (Lion Air) kian rumit. Menyusul gugatan intervensi yang diajukan sub agen, Benny Putra Wijaya.
"Benny tidak terima karena Lion Air menyeret dia dalam perkara ini, nama baiknya menjadi tercemar," ujar kuasa huku Benny, Ngurah Anditya Ari Firnanda, Kamis (23/1).
Ceritanya, pada tanggal 1 April 2013, Kharissa membeli 91 tiket Lion Air untuk penerbangan Bandara Internasional Soekarno Hatta–Jeddah–Soekarno Hatta melalui perantara Benny Putra Wijaya dengan harga total US$ 98.220.
Benny mengambil secara langsung 91 e-tiket pesawat di kantor PT Lindajaya Tour & Travel selaku agen resmi Lion Air tanggal 10 Mei 2013, yang kemudian diserahkan ke Kharissa.
Benny merasa segala kewajiban dan tanggung jawabnya untuk membeli tiket sudah terlaksana dengan baik.
Namun ternyata, dua hari sebelum jadwal keberangkatan Kharissa menghubungi Benny karena tidak bisa melakukan city check-in. Benny kemudian mengetahui Kharissa telah menggugat Lion Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melalui pemberitaan media.
Benny tidak terima dengan pihak Lion Air yang turut menyeret namanya sebagai pihak yang seharusnya ikut digugat. Hal ini ia ketahui melalui pemberitaan media.
Benny menuding Lion Air melakukan perbuatan melawan hukum. Akibatnya, citra baik Benny di masyarakat menjadi rusak. Untuk itu, Benny meminta Lion Air mengganti kerugian imateriil Rp 10 miliar.
Kuasa hukum Lion Air, Nusirwin menganggap gugatan Benny tidak jelas. Dalam berkas gugatannya, Benny tidak menjelaskan posisi Lion Air sebagai pihak tergugat. "Kami tergugat berapa tidak jelas," ujarnya.
Nusirwin pun menantang Benny untuk membuktikan dalil gugatannya. "Meminta ganti rugi tidak apa-apa, tetapi kan harus dibuktikan dulu kerugiannya," lanjut Nusirwin.
Perkara ini berawal ketika Kharissa menggugat Lion Air lantaran membatalkan penerbangan secara sepihak. Kharissa menilai pembatalan penerbangan ini bertentangan dengan Permenhub No. 77 Tahun 2011 yang mewajibkan pembatalan disampaikan 7 hari sebelum keberangkatan.
Atas pembatalan itu, Kharissa menuntut ganti rugi materiil US$ 104.285 ditambah biaya penginapan SAR 57.035 riyal, dan Rp 13.440.000 serta imateriil Rp 100 miliar.
Menanggapi gugatan ini, Lion Air balik menuding Kharissa yang melakukan perbuatan melawan hukum. Akibat gugatan Kharissa, Lion Air mengklaim menderita kerugian materiil dan imateriil yang totalnya Rp 500,25 miliar.
Lion Air juga menyatakan gugatan kurang pihak lantaran Benny Wijaya dan Lindajaya tidak ikut digugat. Pasalnya, Kharissa membeli 91 tiket Lion Air melalui Benny Wijaya selaku sub agen. Benny kemudian melanjutkan proses pembelian tersebut ke PT Lindajaya Tour & Travel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News