Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali terjadi di awal Ramadan 2025 dan diprediksi bakal terjadi sepanjang tahun ini.
Pada akhir pekan lalu, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) memutuskan hubungan kerja lebih dari 10.000 karyawan, menjadikannya PHK terbesar di awal 2025. Sebelumnya, PHK juga terjadi di sejumlah perusahaan, termasuk PT Sanken dan beberapa lainnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mencatat bahwa ancaman PHK di awal tahun ini nyata dengan sejumlah perusahaan di berbagai wilayah yang tutup.
Baca Juga: Gelombang PHK Sritex! Pemkab Sukoharjo Siapkan 10.965 Lowongan bagi Pekerja Terdampak
"Di Jawa Barat, beberapa perusahaan yang tutup antara lain PT Sanken, PT Danbi Internasional, dan PT Yamaha Music, selain PT Sritex," ujarnya, Minggu (2/3).
Ia juga menyoroti bahwa PHK yang bertepatan dengan Ramadan dan Idul Fitri bisa menjadi alasan perusahaan untuk menghindari kewajiban pembayaran tunjangan hari raya (THR).
"Kecuali yang benar-benar tutup karena kondisi keuangan yang sangat buruk," tambahnya.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer Gerungan, menyayangkan keputusan PHK terhadap buruh Sritex yang dianggap tidak memperhatikan aspek sosial.
Baca Juga: Kemenaker Minta Sritex Tak Buru-Buru PHK Karyawan Usai Dinyatakan Pailit
"Apa konsekuensi bagi ekosistem buruh dan masyarakat setempat?" ujarnya dalam pernyataan resmi, Sabtu (2/3).
Ia menegaskan bahwa Kemenaker bersama kementerian terkait dan manajemen Sritex telah berupaya menjaga kelangsungan usaha.
Pemerintah juga memastikan hak-hak buruh tetap terpenuhi, termasuk pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). "Kemenaker berada di garis terdepan dalam membela hak buruh," tegasnya.
Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi, menilai PHK ini mencerminkan kurangnya keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ketenagakerjaan.
Ia mengkritik kebijakan impor tekstil yang dinilai memukul industri tekstil lokal serta mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat.
Baca Juga: Gelombang PHK Ancam Ekonomi Dalam Negeri
"Jika tak ada kebijakan yang mengatasinya, di akhir 2025 atau awal 2026 kita bisa mengalami krisis," katanya.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, memprediksi gelombang PHK masih akan berlanjut sepanjang tahun ini.
Menurutnya, indeks Purchasing Manager Index (PMI) yang belum membaik serta laju ekonomi yang tidak optimal dalam menyerap tenaga kerja baru menjadi faktor utama yang mendorong PHK.
Selanjutnya: ACES Mengintegrasikan ESG dengan Nama Baru
Menarik Dibaca: Seberapa Penting Anak Muda Belajar DNA? Simak Penjelasannya Berikut yuk
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News