kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Sri Mulyani Sebut Mekanisme Transisi Energi Harus Didesain dengan Adil dan Terjangkau


Senin, 28 Maret 2022 / 15:27 WIB
Sri Mulyani Sebut Mekanisme Transisi Energi Harus Didesain dengan Adil dan Terjangkau
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Sebut Mekanisme Transisi Energi Harus Didesain dengan Adil dan Terjangkau.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah menyiapkan mekanisme Energy Transition Mechanism (ETM) untuk melengkapi rencana penerapan karbon pricing dan mendorong transisi energi di Indonesia.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan mekanisme ETM harus didesain dengan adil dan terjangkau. Adapun Ia mengungkapkan bahwa biaya terbesar untuk penanganan climate change adalah pada sektor energi dan transportasi.

Sementara itu, Indonesia adalah penghasil coal/batubara terbesar di dunia, dengan lebih dari 60% komposisi bauran energi Indonesia, data ini berbasis batubara yaitu PLTU.

“Kalau Indonesia akan menurunkan CO2 atau bahkan menuju yang disebut net zero emission, maka kita harus bisa mentransformasikan energi kita menuju kepada energi hijau. Ini artinya sumber energi yang berasal dari batubara atau fossil fuels seperti minyak dan gas akan secara bertahap ditransformasikan,” tutur Sri Mulyani dalam keterangannya, Senin (28/3).

Baca Juga: Jokowi Resmikan SPKLU Ultra Fast Charging untuk KTT G20

Ia mengatakan, hal ini akan menimbulkan tantangan yang sangat kompleks. Di satu sisi Indonesia punya sumberdaya batubara dan masih menggunakan PLTU dimana kebutuhan penggunaan energi akan terus meningkat.

Adapun, menurutnya jika Indonesia akan mengurangi penggunaan batubara dan PLTU, maka Indonesia harus bisa mengompensasikannya dengan ETM yang lebih tinggi.

“Jadi di dalam desain ETM ini sekarang dibahas mengenai bagaimana mengurangi porsi dari batubara tanpa menyebabkan Indonesia harus membayar energi lebih mahal. Ini yang disebut affordability menjadi penting, bagaimana kita bisa mendesain transformasi energi menuju ke hijau, tapi di sisi lain ini menimbulkan keadilan,” lanjut Ani, sapaan akrabnya.

Umumnya, menurut Sri Mulyani, jika dilihat secara makro, negara-negara lain bahkan negara maju pun masih menggunakan batubara di sektor energinya. Negara Eropa, Jepang, Korea, China, India dan bahkan Amerika Serikat (AS) masih menggunakan batubara dan memiliki coalbase yang sangat besar dalam penggunaan energi mereka.

Maka dari itu, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa walaupun masih banyak negara lain yang masih bergantung pada penggunaan batubara, namun Indonesia juga tetap menyiapkan ETM yang strategis. Indonesia tidak boleh terlalu cepat yang kemudian bisa menyebabkan ekonomi terdisrupsi, tapi Indonesia juga tidak boleh terlalu terlambat supaya Indonesia sudah siap ketika dunia mulai menerapkan ETM.

Baca Juga: Bakrie Group Gandeng BritishVolt Kembangkan Baterai Kendaraan Listrik


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×