CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.933   -43,00   -0,27%
  • IDX 7.137   -77,78   -1,08%
  • KOMPAS100 1.092   -10,78   -0,98%
  • LQ45 871   -4,94   -0,56%
  • ISSI 215   -3,31   -1,52%
  • IDX30 446   -2,03   -0,45%
  • IDXHIDIV20 539   -0,53   -0,10%
  • IDX80 125   -1,22   -0,96%
  • IDXV30 135   -0,43   -0,32%
  • IDXQ30 149   -0,44   -0,29%

Soal Kripto, Fokus G20 Soal Mitigasi Risiko dan Transparansi


Kamis, 10 November 2022 / 11:09 WIB
Soal Kripto, Fokus G20 Soal Mitigasi Risiko dan Transparansi
ILUSTRASI. Kontan - Kominfo G20 Kilas Online


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak bitcoin pertama kali diperkenalkan di 2009 silam, industri mata uang kripto dunia berkembang dengan pesat. Menurut catatan International Monetary Fund (IMF), kapitalisasi pasar kripto dengan cepat berkembang mencapai US$ 1 miliar di 2010. Dalam kurun sekitar satu dekade, kapitalisasi pasar membengkak mendekati US$ 3 triliun, sebelum akhirnya kembali ke kisaran US$ 1 triliun saat ini.

Pesatnya perkembangan mata uang kripto ini membuat banyak negara, termasuk negara-negara anggota G20, merasa perlu mengawasi dan mengatur mata uang digital ini. Bahkan pengawasan perkembangan mata uang kripto atau mata uang digital menjadi salah satu fokus dari Presidensi G20 Indonesia tahun ini.

Maklum saja, penggunaan mata uang kripto di dunia saat ini sangat masif. Cukup banyak yang menjadikan mata uang digital ini sebagai sarana investasi. Tapi di sisi lain, tidak dapat dipungkiri, banyak juga pihak yang memanfaatkan mata uang digital ini sebagai sarana pencucian uang serta penghindaran pajak. Ini tentu merugikan negara-negara di dunia.

Dalam laporan berjudul Regulating the Crypto Ecosystem: The Case of Unbacked Crypto Assets, IMF memaparkan, IMF mendapati adanya peningkatan dalam hubungan antara aset kripto dan aset keuangan lain di pasar dalam periode pasar tertekan. Ini antara lain karena semakin banyak institusi yang menempatkan dana di kripto. IMF belum melihat kripto bisa menimbulkan dampak sistemik secara global, tapi kemunculan dampak sistemik tersebut sudah mulai terlihat di sejumlah negara.

Karena itu, G20 serius berupaya mengendalikan pemanfaatan mata uang digital ini. Aset kripto sudah masuk dalam fokus perhatian G20 sejak tahun lalu. April 2021, G20 menugaskan Organization for Economic Co-operation & Development (OECD) untuk mengembangkan metode pelaporan pajak mata uang kripto antarnegara.

Pertengahan Oktober lalu, OECD telah menyampaikan kerangka kerja terkait pelaporan dan transparansi pajak seputar aset kripto kepada Menteri Keuangan serta Gubernur Bank Sentral anggota G20 dalam pertemuan di Washington DC. Kerangka kerja tersebut berjudul Crypto-Asset Reporting Framework (CARF). OECD mendesain CARF ini memiliki contoh aturan yang bisa disesuaikan dengan aturan masing-masing negara.

Financial Stability Board (FSB) juga melihat risiko serupa. Menurut FSB, suatu pasar yang berkembang dengan sangat cepat bisa menjadi ancaman bagi stabilitas keuangan global. Ini diakibatkan besarnya skala pasar tersebut, sementara struktur pasarnya masih rapuh. Meningkatnya hubungan antara pasar yang berkembang tersebut dengan sistem keuangan tradisional juga menjadi ancaman.

Para pelaku pasar kripto juga mendukung adanya pengaturan bagi industri kripto ini. Country Manager Luno Indonesia Jay Jayawijayaningtiyas menuturkan, pihaknya menyambut baik upaya pengaturan pasar kripto. “Perlu ada aturan untuk menjamin keamanan masyarakat. Ada banyak aset kripto yang perlu ada aturannya,” tutur Jay. Selain itu, dengan adanya pengaturan yang jelas, masyarkat akan lebih memahami aset kripto sebagai investasi jangka panjnag.

Indonesia juga memasukkan aturan mengenai aset kripto dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Aset kripto masuk rancangan undang-undang tersebut sebagai inovasi teknologi sektor keuangan. Nantinya, pengaturan aset ini ada di bawah Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyarankan, Bank Indonesia, OJK dan Bappebti berkoordinasi atau bekerjasama dengan kementerian atau lembaga untuk mengatur dan mengawasi penyelenggaraan kripto sebagai inovasi teknologi sektor keuangan. “Ini menimbang fungsi UU PPSK untuk menciptakan kolaborasi lintas sektor otoritas," imbuhnya.

Info terkini tentang G20 kunjungi g20.org

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×