Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyarankan Golkar dan PDIP untuk berkoalisi. Sebab, keduanya diprediksi memenangkan Pemilu 2014.
Wakil Sekjen PDIP Eriko Sotarduga menyebutkan koalisi menjadi kewenangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. "Koalisi sendiri yang kalau didalam internal PDI Perjuangan disebutkan Kerjasama, tentunya Ini menjadi kewenangan Ketua Umum sesuai amanah Kongres 3 dan Rakernas 2 di Bandung," kata Eriko ketika dikonfirmasi, Senin (3/2/2014).
Eriko mengatakan hal itu dapat diwujudkan bila hasil pemilu legislatif nanti dapat terlaksana dengan baik. "Apapun juga membangun bangsa dan mensejahterakan masyarakat Indonesia bisa dilakukan dengan bersama-sama seluruh anak bangsa," ujarnya.
Sedangkan pengurus PDIP lainnya Arif Wibowo mengatakan pihaknya sedang berkonsentrasi untuk memenangkan pemilihan legislatif. "Biar tidak tersandera seperti Pemilu 2009. Karena kurang 3 persen saja terpaksa koalisi. Bukan tidak mau bergabung tapi tidak mau didikte," kata Arif di Gedung DPR, Jakarta.
Namun, Arif mengakui persoalan koalisi dibahas dalam rapat PDIP. Tetapi belum menghasilkan kesimpulan. Diketahui pada Pemilu 2009, PDIP berkoalisi denga Gerindra dimana memunculkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto.
"Kita menang mandiri kita bebas. Begitu kita kurang suara nanti kita didikte. Pemilu 2009 didiktenya macam-macam," tuturnya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua DPP Golkar Hajriyanto Y Thohari mengaku sependapat dengan saran LSI tesebut.
"PG ( Partai Golkar) sangat sependapat dengan saran LSI agar PG membangun koalisi yang kuat dan permanen dengan PDIP setidaknya untuk masa lima kali pemilihan umum," kata Hajriyanto ketika dikonfirmasi, Senin (3/2/2014).
Hajriyanto mengatakan Golkar sejak lama menginginkan untuk menjalin koalisi yang dan permaneng dengan PDIP.
"Koalisi PG dan PDIP dalam Pilpres 2014 sangat lah mungkin. Kedua partai merupakan partai tua dan berpengalaman panjang dalam politik," imbuhnya.
Keduanya, kata Hajriyanto, juga memiliki platform politik yang nyaris sama yakni kebangsaan atau nasionalis. "Jadi pertanyaannya, kenapa tidak?" tanya pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua MPR itu. (Ferdinand Waskita)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News