Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Pemerintah menargetkan defisit dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 di angka Rp 325,9 triliun atau setara dengan 2,19% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit ini berasal dari pendapatan negara sebesar Rp 1.878,4 triliun dan belanja negara Rp 2.204,4 triliun. Angka defisit itu lebih kecil daripada outlook tahun ini yang defisitnya diperkirakan sebesar 2,67% atau senilai Rp 362,9 triliun.
Desain defisit fiskal yang mengecil ini menurut Sri Mulyani untuk mengurangi tingkat keseimbangan primer di 2018. Keseimbangan primer di RAPBN 2018 turun menjadi minus Rp 78,4 triliun dari perkiraan sebesar minus Rp 144,3 triliun di 2017 atau turun menjadi minus 45,6%.
Defisit keseimbangan primer di 2018 merupakan utang atau pinjaman yang dilakukan pemerintah untuk membayar utang yang jatuh tempo pada 2018.
Oleh karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah tidak bisa serta merta memotong defisit dalam APBN. Pasalnya, di dalam mendesain APBN, tidak bisa dikatakan bahwa pokoknya APBN sehat sementara ekonominya tidak dipedulikan.
“APBN itu merupakan instrumen satu kesatuan. Kalau kita lihat tujuan APBN yang ingin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, maka yang dilakukan adalah penyesuaian. Tidak bisa defisitnya yang sebelumnya di atas 2,6% dipotong jadi 1,5%, ekonomi bisa shock,” katanya.
Sri Mulyani mengatakan bahwa dengan demikian tingkat keseimbangan primer di tahun 2018 direncanakan juga menurun. “Itu kenapa kami menargetkan keseimbangan primer harus turun dari Rp 144,3 triliun jadi Rp 78,4 triliun, dan defisitnya dari 2,67% jadi 2,19%,” jelasnya.
Ia menjelaskan, arah dari kebijakan pemerintah tahun depan adalah penerimaan tinggi dan yang belanja disiplin. Tujuannya adalah menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, belanja untuk pendidikan, dan lain-lain.
Pemerintah akan menutup defisit anggaran melalui pembiayaan, salah satunya dengan utang. Dari data RAPBN 2018, pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 414,7 triliun. "Pembiayaan dari utang tahun depan Rp 414 triliun, termasuk untuk pembayaran utang masa lalu, sehingga pinjaman neto negatif. Pembiayaan dalam negeri akan dimaksimalkan. Tren utang menurun, karena pembiayaan makin hati-hati, tapi APBN tetap menjadi instrumen fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News