kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Setya Novanto tuding Nazaruddin berbohong


Kamis, 24 April 2014 / 21:27 WIB
Setya Novanto tuding Nazaruddin berbohong
ILUSTRASI. Promo BCA x Dunkin Desember 2022, Tiap Kamis Beli 8 Gratis 4 Donut dan 1 Minuman (dok/Dunkin.id)


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto membantah tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menyebut Setya telah membagi-bagikan fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota dewan. Setya malah mengaku tidak tahu-menahu ihwal proyek yang kini bermasalah dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

"Wah saya sih enggak, dalam soal itu saya enggak pernah tahu dan enggak pernah ikut campur," kata Setya di sela-sela persidangan kasus suap sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan terdakwa Akil Mochtar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (24/4).

Sebelumnya, Nazaruddin pernah mengaku bahwa dia bersama Setya Novanto berkomplot merekayasa proyek e-KTP. Bahkan Nazar mengaku bahwa dalam proyek tersebut terjadi mark up hingga Rp 2,5 triliun. Nazar juga menuding Setya yang membagi-bagikan uang dari fee proyek e-KTP itu ke sejumlah anggota dewan dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.

Namun demikian, menanggapi tudingan tersebut Setya malah menyebut Nazar telah berbohong. "Saya rasa (Nazaruddin) bohong," singkat Setya.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP Kementerian Dalam Negeri tahun anggaran 2011-2012. Anak buah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi tersebut dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subidair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Diduga, dalam proyek senilai Rp 6 triliun tersebut terdapat penggelembungan anggaran (mark up) seperti terkait dengan harga satuan dalam konteks pengadaan e-KTP. Akibat kasus ini, diduga negara dirugikan hingga mencapai Rp 1,12 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×