Reporter: Andi M Arief | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lebih dari separuh calon hakim konstitusi untuk Mahkamah Konstitusi merupakan akademisi. Sebanyak enam dari sembilan calon yang telah lolos tahap pertama seleksi tim Panitia Seleksi (Pansel) Hakim MK dari pihak Presiden merupakan dosen di universitas ternama atau akademisi.
Berikut sembilan calon yang telah lolos tahapan pertama tim Pansel:
-Prof. Dr. Ana Erliana, SH., MH. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia);
- Prof. Dr. Eni Nurbaningsih, SH., M.hum (Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional);
- Dr. Hesti Armiwulan (Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya);
- Dr. Jance Tjiptabudi (Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon);
- Dr. Lis Sulistiani (Wakil Ketua Lemvaga Perlindungan Saksi dan Korban);
- Prof. Dr. Nikmatul Huda. SH., MH., (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia);
- Prof. Drs. Ratno Lukito, M.A., D.C.L. (Dosen Fakultas Syari'ah UIN Sunan Kalijaga);
- Susi Dwi Hariyanti, Sh., L.LM., Ph.D. (Dosen di Universitas Padjadjaran); dan
- Dr. Taufiqurrahman Syahuri, SH., MH., (Mantan Wakil Ketua KY periode 2010-2015).
Pansel ini diberi tugas dari Presiden untuk melakukan seleksi calon-calon hakim yang akan menggantikan (Hakim Konstitusi) Maria Farida Indrati. Karena, tanggal 13 Agustus nanti Maria mengakhiri masa jabatannya yang kedua.
"Dan kita berharap supaya nanti kalau ada calon yang terpilih, ditunjuk oleh presiden, menjadi hakim (yang) benar-benar bisa dipertanggungjawabkan, tidak hanya dari kualitas kekiniannya, tapi juga kualitas integritasnya," papar ketua Pansel Hakim MK, Harjono, Senin (9/7).
Harjono melanjutkan, dalam rangka untuk mendapatkan calon hakim yang mempunyai integritas tinggi, Pansel telah meminta beberapa sumber untuk memberikan masukan, salah satunya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa rekam jejak para calon terkait kasus-kasus korupsi. Pansel juga meminta lembaga pemerintahan lain, seperti Komisi Yudisial (KY), Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK), dan Badan Intelejen Nasional (BIN). "Itu yang kita tempuh untuk sumber sumber formal," ucap Harjono.
Untuk sumber-sumber lain, singkat Harjono, seperti perorangan, bisa memberi masukan terhadap calon yang sudah kita seleksi. Pansel mengupayakan agar calon hakim konstitusi dari presiden benar-benar teruji integritasnya.
"Kita sudah memiliki beberapa masukan, dan kali ini kita datang ke KPK. Terima kasih KPK telah memberikan data-data untuk kita pertimbangkan," tukas Harjono.
Hakim Wakil Minoritas
Hakim Maria dikenal dengan hakim yang mewakili kelompok-kelompok minoritas, seperti kelompok difabel, kelompok agama minoritas, dan perempuan. Anggota Pansel Hakim MK, Zainal Arifin Mochtar menuturkan, dalam proses seleksi hakim konstitusi, akseptabilitas menjadi salah satu pertimbangan. Dia harus diterima dan bisa mewakili begitu banyak kalangan di masyarakat.
"Satu hal yang menarik dari seorang Profesor Maria yang kita gantikan itu adalah dia mewakili cukup banyak minoritas. Sisi-sisi itu (keterwakilan) juga menjadi hal yang dipertimbangkan, walaupun tidak menjadi pasti utama," ujar Zainal. "Kita memikirkan hal-hal itu."
Selain akseptabilitas, sambung Zainal, kapabilitas dan integritas menjadi faktor lainnya yang menjadi pertimbangan Pansel Hakim MK. Kapasitas kemampuan seseorang mengenai ilmu hukum atau yang dipersyaratkan sebagai hakim konstitusi menjadi salah satu faktor yang penting.
"Tentu yang namanya mengukur kapasitas, integritas, dan akseptabilitas, ya soal siapa yang lebih berat, siapa yang lebih ringan saja. Tentu yang ada kadar 100% mustahil ada. Tapi, mungkin, mana yang lebih tinggi, itu akan menjadi pertimbangan-pertimbangan," aku Zainal.
RKUHP dan Hakim Konstitusi
Zainal mengaku, masalah RKUHP akan menjadi salah satu masukan dalam mempertimbangkan dalam menyeleksi hakim konstitusi. Sebab, kata Zainal, hal itu termasuk dalam kolom integritas dan kapabilitas yang menjadi bahan pertimbangan utama. "Apakah itu menjadi alat ukur atau tidak? Itu soalan lain. Tapi apakah itu akan diperbincangkan? Saya yakin itu akan diperbincangkan," ucap Zainal.
Ketua Pansel Hakim MK, Harjono mengatakan, hak tersebut belum dipertimbangkan selama proses seleksi sampai saat ini. Sebab, imbuh Harjono, pertanyaan ihwal RKUHP kemungkinan akan ditanyakan pada saat tes wawancara mendatang. .
"Kalau toh kemudian itu menjadi satu bahan yang harus dipertimbangkan, saya kira dalam wawancara nanti bisa dilakukan, baik itu dari kita (Pansel Hakim MK) atau audiens khusus yang kita undang," pungkas Harjono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News