Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Selama lebih kurang satu tahun menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama sering menerima kritik tajam dari sejumlah pengamat. Ada kalanya ia menerima kritik itu, tetapi ia juga kesal atas kritik yang tidak didasarkan pada alasan yang jelas.
"Makanya, kalau mau jadi pengamat, jadi pengamat yang bener lah. Kalau mau nantang saya, di tahun 2017, susah amat," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Basuki mengimbau kepada para pengamat agar konsisten dengan pernyataan yang telah disampaikannya ke media massa. Sebagai pejabat yang senang membaca berita online dan cetak, Basuki menilai ada pengamat yang kerap berubah-ubah dalam menyampaikan pendapat.
Salah satunya adalah saat pembongkaran rumah liar warga di bantaran Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Saat menjalankan kebijakan itu, Pemprov DKI dituding melanggar hak asasi manusia (HAM). Padahal, personel satuan polisi pamong praja juga menjadi korban dalam pembongkaran itu.
Begitu pula saat terjadi banjir rob di Muara Baru dengan ketinggian mencapai 2,5 meter. Akibat banjir tersebut, ratusan rumah warga terendam. Menurut Basuki, Pemprov DKI telah menyediakan rusun Muara Baru untuk melokasi warga yang selama ini tinggal dalam bangunan ilegal di kawasan itu. Namun, para pengamat kembali menyalahkan dirinya.
Basuki juga bingung karena dituduh melanggar HAM saat merelokasi warga ke rusun. Padahal, jika nantinya tanggul roboh dan mencelakakan warga, maka Pemprov DKI yang disalahkan.
"Kalau mau maki saya, ya maki saya. Ini lain lagi, pas saya melakukan A, Anda maki saya minta lakukan B. Saya melakukan B, Anda bilang saya harus melakukan A. Maunya Anda apa gitu, lho," kata Basuki. (Kurnia Sari Aziza)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News