Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana pemerintah tengah menyusun draft Peraturan Presiden mengatur penguncian 7,1 juta hektare lahan baku sawah disambut baik oleh Serikat Petani Indonesia (SPI).
Namun, untuk mencapai kedaulatan pangan yang berkelanjutan, luas lahan baku yang ditetapkan seharusnya lebih besar dan bisa ditarik dari lahan yang didapatkan melalui Reformasi Agraria dan lahan pada kawasan Perhutanan Sosial.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan, bila pemerintah ingin menetapkan pangan beras yang berkelanjutan hingga 30-50 tahun ke depan, maka luas lahan yang dibutuhkan setidaknya adalah 10 juta.
Maka untuk mengisi celah 3 juta dari pendataan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional, dapat menarik lahan dari program eksisting.
"Sumber tanah itu bisa dari reforma agraria, perhutanan sosial dan area HGU perkebunan yang bisa di cek lagi. Misal kalau di Sumatra adalah area kebun eks PTPN dan London Sumatra," kata Henry saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (6/11).
Asal tahu, pemerintah menargetkan perolehan lahan seluas 9 juta ha melalui program Reforma Agraria dan pengolahan lahan seluas 12,7 juta ha dari program Perhutanan Sosial. Oleh karenanya, agar pendataan dan rencana kerja panjang bisa bersinergi, maka harus dibuat skema pertanian beras yang tepat.
Namun Henry menegaskan, pemerintah juga tidak boleh asal sama pukul dan memaksa perubahan pola konsumsi karbohidrat masyarakat daerah.
"Tanaman pangan itu memang harus tersebar di seluruh provinsi, tapi jangan dipaksa untuk makan besar. Misal di Maluku dan Papua tetap harus dipertahankan dengan sagunya," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News