Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) telah bersurat kepada Presiden Joko Widodo perihal permohonan agar pemerintah menghentikan segala bentuk proses penyusunan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012).
Usulan revisi tersebut diantaranya mengandung klausul pembesaran gambar peringatan Kesehatan dari 40% menjadi 90%, larangan total iklan rokok, dan lainnya. Adanya revisi PP 109/2012 dinilai akan mengancam keberlangsungan kerja dan penghasilan para anggota FSP RTMM-SPSI yang bergantung pada industri hasil tembakau (IHT).
Adapun, portal resmi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengumumkan bahwa pada 27 Juli 2022 telah diselenggarakan uji publik atau sosialisasi revisi PP 109/2012.
Baca Juga: 42 Organisasi Pemerhati Anak Mendesak Pemerintah Melindungi Anak dari Rokok
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto mengatakan, uji publik tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Menurutnya, proses revisi PP 109/2012 menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sangat diskriminatif karena FSP RTMM – SPSI tidak pernah dilibatkan dalam perumusan revisi aturan tersebut dan bahkan tidak diundang pada forum uji publik digelar oleh Kemenko PMK.
“Padahal, FSP RTMM-SPSI, sebagai pihak yang berkaitan langsung dengan industri hasil tembakau, seharusnya dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan apa pun yang menyangkut IHT,” ujar Sudarto dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/8).
Perlakuan diskriminatif yang diterima FSP RTMM-SPSI juga memperkuat adanya indikasi intervensi dari kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Kesehatan. Pasalnya, para pendukung revisi ini telah memiliki rancangan revisi PP 109/2012, dan bahkan bisa bergabung untuk menghadiri uji publik secara daring maupun luring.
Sudarto menilai, upaya intervensi tersebut akan menekan keberlangsungan dan pertumbuhan IHT yang merupakan sawah ladang seratusan ribu anggota FSP RTMM-SPSI. “Kami adalah pihak terdampak namun malah tidak dilibatkan dalam proses penyusunan pengendalian kebijakan di IHT,” ungkap Sudarto.
Baca Juga: Pelaku Usaha Industri Hasil Tembakau Minta Peninjauan Kembali Revisi PP 109/2012
Sudarto menyatakan, sejauh ini, serikat pekerja rokok lebih sering dianggap sebagai pelengkap dan penderita yang harus menerima apapun dampak regulasi yang dibuat bagi hidup dan penghidupannya. Padahal, serikat pekerja rokok adalah warga negara Indonesia yang membayar pajak dan ikut memberikan sumbangan bagi pendapatan negara melalui cukai dan pajak rokok maupun makanan serta minuman.
Sudarto menambahkan, rencana revisi PP 109/2012 tidak memikirkan dampak negatif bagi para pekerja di ekosistem IHT. Dari total 227.579 orang pekerja yang tergabung dalam FSP RTMM-SPSI, sebanyak 143.690 adalah pekerja di IHT.
Mayoritas para pekerja berasal dari segmen sigaret kretek tangan. Oleh karena itu, FSP RTMM-SPSI terus memohon perlindungan kepada pemerintah agar menjaga keberlangsungan IHT. Sebagai sektor padat karya, IHT telah menyerap tenaga kerja 6 juta penduduk Indonesia dari hulu hingga ke hilir.
Baca Juga: Kemenperin dan Stakeholders Serius Cegah Perokok Anak dan Rokok Ilegal
“Faktanya, sampai saat ini tidak ada upaya nyata untuk menyediakan pengganti lapangan kerja yang nilai upahnya sama dengan IHT. Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI mewakili Pimpinan Daerah di 15 provinsi, Pimpinan Cabang di 56 kabupaten/kota, dan Pimpinan Unit Kerja di 456 perusahaan di seluruh Indonesia, akan terus memperjuangkan nasib para anggota kami,” ucap Sudarto.
Sudarto juga mengingatkan agar pemerintah bebas dari intervensi pihak manapun dalam membuat peraturan yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News