kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Sengketa lahan Untag, saksi pelapor berikan keterangan berbeda dengan dakwaan


Rabu, 12 Desember 2018 / 20:09 WIB
Sengketa lahan Untag, saksi pelapor berikan keterangan berbeda dengan dakwaan
ILUSTRASI. Ilustrasi Simbol Hukum dan Keadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rudyono Darsono, saksi kunci dalam kasus sengketa lahan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) akhirnya memberikan keterangannya di muka persidangan dengan terdakwa Tedja Widjaja di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (12/12).

Mantan Ketua Yayasan Untag itu merupakan saksi kunci yang dihadirkan Yayasan Untag, pelapor Tedja. Sayangnya dalam sidang, beberapa keterangan yang diberikan justru berbeda dari dakwaan.

Rudyono, yang diberi kuasa Yayasan ihwal transaksi lahan dengan Tedja mengaku harga jual lahan adalah Rp 4,75 juta per meter sementara dalam dakwaan nilai per meternya Rp 2,05 juta.

Luas lahan yang diperjualbelikan pun disebut Rudyono hanya seluas 2,9 hektare, padahal luas lahan sejatinya 3,5 hektare.

Soal pemenuhan kewajiban pun disebutkan Rudyono belum ditunaikan seluruhnya oleh Tedja. Sedangkan dalam dakwaan dari total nilai transaksi sebesar Rp 65,6 miliar, hanya Rp 15 miliar yang belum dilunasi.

"Belum, belum semua dilunasi. Selain Rp 15 miliar ada skema pembayaran mereka untuk membangun gedung, itu juga belum selesai," kata Rudyono kepada Kontan.co.id usai sidang.

Perkara dengan nomor 1087/PID.B/2018/PN.JKT.UTR ini sendiri bermula atas laporan Yayasan terkait transaksi lahan 3,2 hektare milik Untag ke PT Graha Mahardikka yang dipimpin Tedja dengan nilai transaksi Rp 65,6 miliar pada 2009.

Nah dalam perjanjian transaksi, ada empat skema pembayaran yang akan dilakukan. Pertama pembayaran uang muka Rp 6,445 miliar, pembayaran senilai Rp 15 miliar, kemudian Rp 16,145 miliar dibayar tunai bertahap selama 36 bulan, dan terakhir dibayar dengan pembangunan gedung kampus baru dengan nilai minimal Rp 24 miliar.

"Terdakwa juga pernah memberikan surat soal keterlambatan pembayaran, itu buktinya," lanjut Rudyono.

Menanggapi kesaksian Rudyono, kuasa hukum Tedja, Nahot Silitonga dari Kantor Hukum Gani Djemat & Partners justru menilai bahwa kesaksian Rudyono menguntungkan kliennya

"Kesaksian tadi justru menguntungkan pihak kamo, karena artinya dakwaan tidak terbukti," katanya kepada Kontan.co.id dalam kesempatan yang sama.

Sementara terkait pelunasan pembayaran, Nahot membantahnya. Ia mengaku telah menyiapkan bukti-bukti bahwa Graha telah melunasi seluruh kewajibannya atas transaksi.

Mengingatkan dalam perkara ini, Tedja dililit dengan pasal 378 KUHP karena diduga melakukan tipu muslihat dengan cara menjanjikan penerbitan Bank Garansi agar pihak Untag bersedia menandatangani Akte Jual Beli, namun ternyata Bank Garansi yang dijanjikan tersebut tidak pernah terbit.

Selain itu, Tedja Widjaja juga didakwa telah melakukan tindak pidana Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP karena menjaminkan 5 sertifikat tanah kepada Bank ICBC dan Bank Artha Graha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×