Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tedja Widjaja, terdakwa penipuan sengketa lahan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) angkat bicara soal perkara yang menjeratnya. Ia bilang sejatinya sumber perkara terkait adanya transaksi jual beli lahan telah rampung.
Sumber perkara bermula dari transaksi lahan 3,2 hektare milik Untag ke PT Graha Mahardikka yang dipimpin Tedja dengan nilai transaksi Rp 65,6 miliar pada 2009.
"Ada empat kesepakatan pembayaran waktu itu. Pertama pembayaran uang muka Rp 6,445 miliar, pembayaran senilai Rp 15 miliar, kemudian Rp 16,145 miliar dibayar tunai bertahap selama 36 bulan, dan terakhir dibayar dengan pembangunan gedung kampus baru dengan nilai minimal Rp 24 miliar," pungkas Tedja, Senin (3/12) di Jakarta.
Seluruh pembayaran diakui Tedja telah dilunasi Graha. Pun, gedung kampus baru yang dijadikan salah satu mekanisme pembayaran juga telah berdiri dan digunakan untuk mahasiswa Untag berkuliah.
"Bahkan untuk pembangunan kampus kialta keluar uang lebih, untuk pembangunannya yang minimal Rp 24 miliar, kita keluar uang Rp 31 miliar. Kemudian ada permintaan lagi untuk renovasi gedung lama, penyediaan alat laboratorium sehingga totalnya mencapai Rp 46 miliar," katanya.
Makanya ia kaget, ketia kepolisian pada Juni 2017 ia melakukan penyidikan terhadap dirinya yang diduga telah melakukan penipuan dan penggelapan terkait status lahan tersebut.
Laporan polisi diajukan oleh Yayasan Untag. Terlebih pada Oktober 2018, berkas penyidikan lengkap dan ia mesti menjalani persidangan.
Dalam dakwaan ia diduga belum melunasi pembayaran senilai Rp 15 miliar, tak memenuhi kewajibannya untuk memberikan bank garansi kepada Yayasan Untag. Pun ia juga diduga melakukan penggelapan dengan menggunakan sertifikat-sertifikat lahan tadi.
Andreas Nahot Silitonga, kuasa hukum Tedja dari Kantor Hukum Gani Djemat & Partners membantah semua dakwaan.
"Soal dakwaan belum melunasi pembayaran, kami memiliki bukti transfer, dan pihak Yayasan Untag ketika itu pun sudah memberikan keterangan lunas," katanya dalam kesempatan yang sama.
Sementara soal bank garansi, Nahot bilang bahwa sejatinya dalam perjanjian jual beli, memang tak pernah ada ketentuan bahwa Tedja akan memberikan bank garansi.
Soal terakhir, Nahot juga bilang bahwa penjaminan sertifikat lahan pun dilakukan lantaran, sertifikat memang telah dimiliki oleh Graha, Tedja, dan istrinya
"Sertifikat yang dijaminkan ke Bank ICBC dan Bank Artha Graha adalah batas nama PT Graha Mahardikka, Tedja Widjaja, dan Lindawati Lesaman (Istri Tedja). Nama-nama tersebut adalah merupakan pemilik dan berhak, termasuk untuk menjaminkan ke bank," lanjutnya.
Terkait pernyataan Tedja dan kuasa hukumnya, Ketua Dewan Yayasan Untag Rudyono Dharsono bilang sejatinya transaksi lahan tersebut belumlah usai. Ia bilang, Tedja menlakukan tindak pemalsuan akta Yayasan Untag guna melakukan balik nama sertifikat.
"Kalau memang sudah selesai untuk apa terdakwa memalsukan akta yayasan, kan kuasanya terdahulu juga sudah berikan pernyataan bahwa terjadi pemalsuan," kata Rudyono ketika dikonfirmasi Kontan.co.id.
Rudyono menambahkan, pemalsuan dilakukan lantaran sejatinya Tedja tak bisa melakukan sendiri balik nama hingga pemecahan sertifikat. Butuh persetujuan dari Yayasan Untag untuk melakukan hal-hal tersebut.
Pun sebelumnya, Bambang Prabowo yang diberi kuasa oleh Tedja terkait pengurusan balok nama sertifikat telah memberikan pernyataan resmi bahwa Tedja memalsukan akta yayasan.
Sementara ketika dikonfirmasi kembali, Tedja membantah telah melakukan pemalsuan. Meski ia tak menampik untuk melakukan balik nama butuh restu dari Yayasan Untag.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News