kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.937.000   -6.000   -0,31%
  • USD/IDR 16.415   62,00   0,38%
  • IDX 7.008   -99,97   -1,41%
  • KOMPAS100 1.018   -17,87   -1,73%
  • LQ45 779   -13,38   -1,69%
  • ISSI 229   -2,61   -1,13%
  • IDX30 404   -7,83   -1,90%
  • IDXHIDIV20 474   -9,06   -1,88%
  • IDX80 114   -1,95   -1,68%
  • IDXV30 117   -2,06   -1,74%
  • IDXQ30 130   -2,24   -1,69%

Sengketa eks pemilik Grup Domba Mas berlanjut


Minggu, 22 Juni 2014 / 15:54 WIB
Sengketa eks pemilik Grup Domba Mas berlanjut
ILUSTRASI. Scandal Makers, film Indonesia terbaru di Prime Video Indonesia yang tayang bulan Januari tahun 2023 dibintangi Vino G. Bastian dan Beby Tsabina.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Sengketa eksekusi aset keluarga mantan pemilik Grup Domba Mas, mendiang Susanto Liem yang diwakili istrinya Tiny Tantono dan tiga anaknya, masih berlanjut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sengketa ini baru memasuki agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.

Kuasa hukum Tiny, Andi Simangungsong mengatakan pihak memiliki bukti yang kuat untuk menangkal upaya eksekusi sebagai dalih melunasi utang yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Ia menuding para tergugat yakni Pacific Harbor Advisors Pte Ltd sebagai tergugat I, Lim Asia Multi Strategy Fund Inc tergugat II, Credit Suisse tergugat III dan PT Batanghari Sawit Lestari tergugat IV tidak bisa memanfaatkan surat yang pernah diteken Tiny yang berisi persetujuan istri atau spousal consent atas kepemilikan harga bersama perkawinan pada Agustus 2007 lalu.

"Waktu itu suaminya meminta ibu Tiny menandatangani selembar kertas saja, tanpa ada isinya atau bentuknya. Nah di Indonesia budaya istri harus tunduk pada suami kan masih tinggi, jadi diteken aja," ujarnya kepada KONTAN.

Andi melanjutkan, tanda tangan Tiny itu tidak sah karena tidak disertai penjelasan yang lengkap dari mendiang suaminya dan surat yang diteken hanya selembar tanpa keterangan lebih jauh. Andi bilang, lembaran itu tidak memiliki kekuatan hukum. Sehingga lahan yang hendak dieksekusi sebagai jaminan pembayaran utang kepada para tergugat tidak dapat dieksekusi.

Dari informasi yang diperoleh KONTAN, malahan aset tanah milik Tiny itu sebenarnya dikuasai dan dikelola oleh Group Bakrie hingga saat ini. Sumber tersebut mengatakan, ada bukti-bukti perjanjian pengelolaan tanah tersebut. Sehingga justru Grup Bakrie yang menikmati tanah tersebut, yang selama ini tidak diusik. Nam un terkait hal itu, Andi enggan menjelaskannya. "Saya belum bisa menanggapi hal itu," elaknya.

Namun, pada persidangan pekan lalu, pihak tergugat menghadirkan saksi ahli mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung dan pakar dalam bidang hukum perdata, Yahya Harahap. Dalam keterangannya, ia menegaskan setiap perjanjian dari ahli waris, otomatis akan turun ahli warisnya. "Perjanjian itu akan diwarisi,"ujarnya. Maka secara hukum hal itu dibenarkan.

Selain itu, ia juga menegaskan bila suatu perkara didaftarkan dimana isi, para pihak dan substansi perkara itu sama, maka sudah seharusnya majelis hakim menolak perakara tersebut. Soalnya, hal itu bisa menimbulkan dua putusan yang bertolak belakang. "Jadi sangat terbuka kemungkinan adanya putusan yang bertentangan," tandasnya.

Sengketa bermula ketika para tergugat hendak mengeksekusi lahan milik Tiny. Tiny Cs kemudia mendaftarkan gugatan perlawanan atas eksekusi terhadap di PN Jakarta Pusat. Upaya eksekusi ini berawal dari keterlibatan Tiny yang ikut menandatangani lembar persetujuan istri atau spousal consent atas kepemilikan harta bersama selama perkawinan, pada Agustus 2007. Lembar persetujuan istri ini untuk tujuan penjaminan utang Batanghari Sawit yang dilakukan Susanto Liem.

Sepeninggal Susanto pada 15 Oktober 2009, Pacific Harbor, Lim Asia, dan Credit Suisse meminta Tinty membayar utang Batanghari Sawit (anak usaha Grup Domba Mas) lantaran ada jaminan perorangan (personal guarantee) dari mendiang Susanto Liem dan disetujui Tiny.

Tiny menolak permintaan itu. Alasannya, spousal consent cacat hukum. Lagi pula, Pengadilan Tinggi Singapura menyatakan Tiny terbukti tak bersedia memberi persetujuan ke Susanto sebagai penjamin utang Batanghari Sawit.

Maka, Tinty menuntut akta personal guarantee yang diteken 30 September 2007 itu batal demi hukum. Ia juga menuntut ganti rugi Rp 8 miliar. Fredrik J Pinakunary, kuasa hukum Lim Asia, menolak berkomentar atas gugatan keluarga Susanto Liem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×