Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) memberikan jangka waktu dua tahun bagi kalangan usaha rokok untuk membenahi mata rantai distribusi. Ini dalam rangka rencana kenaikan tarif efektif pajak penambahan nilai (PPN) sebagai strategi untuk mengejar penerimaan pajak.
Pasalnya, telah ada penemuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyalahkan Kementerian Keuangan karena PPN rokok tidak sesuai tarif sebenarnya akibat ruwetnya jalur distribusi.
“Ini akan kami perbaiki. Teman-teman industri sedang persiapkan jalur distribusinya. Waktu itu mereka minta dua tahun. Target pemerintah makin cepat makin baik,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara dalam sebuah seminar tentang rokok di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (20/12).
Ia menambahkan, idealnya PPN rokok ditarik dari hulu ke hilir seperti barang yang lain. Selama ini, menurutnya telah terjadi sistem pemungutan PPN pada industri rokok yang tidak normal, yaitu hanya ditarik di tingkat produsen saja atau sistem single stage.
Ia menerangkan bahwa PPN itu ada dua cara menariknya dari perusahaan, yang pertama adalah menarik di ujung pabrik yang dikenakan sekali saja, tetapi itu bukan cara yang lazim.
“Yang lazim adalah setiap kali transaksi bayar 10%, tetapi kalau dengan sistem sekarang kan ditarik di tingkat produsen. Di tingkat produsen itu sekarang tarifnya 8,7%. Contohnya, kita beli air mineral, harga yang kita bayar termasuk PPN dari pabrik ke pedagang pusat, pedagang eceran, sampai dengan yang di pinggir jalan. Itu harusnya bayar 10% lalu di-net off dan disetorkan ke kas negara. Nah, rokok itu gak begitu," ujar Suahasil
Suahasil mengatakan, PPN rokok selama ini diambil hanya pada ujung pabrik sehingga kemudian ketika dikirim ke pedagang besar dan seterusnya tidak ditarik lagi 10% PPNnya. Pemerintah berharap pemungutan PPN rokok dilakukan dengan cara yang normal.
Kelebihannya bila PPN dilakukan secara normal ini menurut dia adalah pihaknya dapat memiliki NPWP dari rantai distribusi sehingga bisa dicek kepatuhan pajaknya. "Untuk rokok, soal cukai, pajak, dan lain-lain harus kita enforce,” kata Suahasil.
Suahasil mengatakan, saat ini pihaknya tengah fokus membidik tarif PPN 9,1% yang juga akan dikenakan kepada para distributor rokok. Namun demikian, besaran dari PPN sedang dipertimbangkan dan menunggu persetujuan Menteri Keuangan. Ia berharap, pembahasannya akan rampung beberapa minggu lagi.
Menurut dia, soal normalisasi PPN rokok ini yang harus disiapkan oleh para pelaku industri adalah menyiapkan pajak masuk dan keluar dari mata rantai produksinya. “Pajak masukan dan pajak keluaran berarti semua yang terlibat distribusi harus memiliki NPWP yang benar,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News