Reporter: Agus Triyono, Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BATAM. Status Batam memasuki era baru. Pemerintah akhirnya mengubah status kawasan Batam dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau free trade zone (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Alasan pemerintah, status baru ini lebih memudahkan pemberian insentif dan fasilitas kepada para investor, seperti insentif tax holiday dan tax alowance. Insentif itu tak bisa didapatkan jika Batam berstatus free trade zone.
Maklum, status FTZ berlaku di seluruh pulau. Alhasil, fasilitas dan insentif perpajakan dan kepabeanan acap salah sasaran karena semua kalangan berhak menikmatinya. Sementara KEK ditetapkan lokasinya oleh pemerintah.
Status KEK memudahkan pemberian jenis insentif dan pengawasannya. Pun, sasarannya lebih jelas karena mengacu pada kebutuhan setiap kawasan ekonomi.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, untuk mengubah status Batam dari FTZ menjadi KEK, pemerintah menyiapkan masa transisi enam bulan. Selama enam bulan itu, pemerintah akan mengaudit Badan Pengusahaan (BP) Batam.
"Sekarang masuk masa transisi," kata Darmin, Senin (14/3).
Darmin yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PBPB) menambahkan, kini kawasan Batam sudah terbagi dalam dua golongan, yakni kawasan investasi dan kawasan pemukiman yang di dalamnya ada kegiatan usaha.
Karenanya, wilayah Batam akan dipetakan lagi, mana yang menjadi kawasan investasi maupun kawasan pemukiman. Ada sejumlah insentif perpajakan yang disiapkan bagi KEK Batam.
Misalnya investment allowance, amortisasi dipercepat, kompensasi kerugian lebih lama, hingga tax holiday dan tax allowance. Insentif itu hanya diberikan pada pengusaha yang menempati atau pindah ke KEK yang ditetapkan pemerintah.
"Investor yang ada di pemukiman, kalau mau pindah ke KEK ditawarkan insentif," kata Darmin.
Sebagai gambaran, per Juni 2015, total perusahaan asing di Batam mencapai 1.780 perusahaan dengan nilai investasi US$ 10,13 miliar. Sebagian besar investasi masuk ke sektor industri manufaktur dan pariwisata.
Menteri Dalam Negeri Thahjo Kumolo menjelaskan, KEK akan dikelola BP Batam, sedangkan wilayah pemukiman akan dikelola oleh Pemerintah Kota Batam. Dengan pemisahan wewenang itu, dualisme pengelolaan Batam dinilai bisa teratasi.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam Jadi Rajagukguk meragukan Batam akan lebih baik setelah status Batam berubah dari FTZ menjadi KEK. Alasannya, menilik pada delapan KEK yang telah dibentuk pemerintah, belum ada satupun yang sukses berjalan.
Dia menilai, untuk mengatasi tumpang tindih wewenang di Batam, pemerintah sebenarnya cukup menerbitkan peraturan pemerintah yang mengatur kerjasama antara BP Batam dengan pemerintah Kota Batam. Dus, statusnya pun tak perlu diubah.
Cahya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kepulauan Riau meminta pemeritah membuktikan janjinya untuk membawa Batam lebih baik setelah perubahan status ini. "Yang terpenting ada kepastian hukum dan komitmen kuat dari pemerintah," kata Cahya, kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News