Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
Cahyani menegaskan, salah satu kesimpulan dari putusan MK tersebut menyatakan bahwa tembakau adalah produk yang legal, yang dapat diatur tapi tidak dilarang. Selain itu, rokok bukan barang ilegal yang dilarang untuk diiklankan, tapi tetap dengan syarat-syarat tertentu.
"Kemudian, rokok bukanlah barang ilegal, ini saya ambil dari pertimbangan MK, sehingga tidak dapat dilarang untuk diiklankan, walaupun dengan syarat-syarat tertentu," kata dia.
Cahyani menjelaskan, walaupun rokok boleh diiklankan, harus ada bentuk pengamanan tertentu. Seperti iklan yang ditayangkan harus lebih dari jam 10 malam hingga tidak boleh ditampilkannya produk rokok itu sendiri.
"Artinya kalau diiklankan harus ada jaring-jaring pengamannya," ujarnya.
Selain itu, dalam putusan MK tersebut, tidak ada larangan rokok untuk dipublikasikan. Rokok itu sendiri produk yang legal dan terbukti dengan dikenakannya cukai.
"Kemudian tidak pernah ada menempatkan rokok sebagai produk yang dilarang untuk dipublikasikan terlebih lagi tidak ada larangan untuk diperjualbelikan ataupun tidak pernah menempatkan tembakau dan cengkeh sebagai produk pertanian yang dilarang," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, dalam penyusunan RPP sebagai aturan pelaksana Undang Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, sinergi antar kementerian dan lembaga adalah hal yang utama.
Menurut Nirwala, dalam pembahasan aturan pengendalian, ada 2 instrumen yang digunakan yaitu instrumen non-fiskal, dan fiskal. Untuk menghasilkan peraturan yang tepat, diperlukan kolaborasi antar kementerian terkait.
"Dalam hal RPP ini, sangat dibutuhkan sinkronisasi antara apa yang diatur dalam RPP dengan UU Cukai yang sudah ada, agar tidak terjadi tumpang tindih,” kata Nirwala.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News